Senin, 16 Mei 2016

Ketika Maut Datang ke Gelanggang


Gambar diambil dari sini


Ernesto Che Guevara, pejuang revolusi yang ikonik itu, pernah menginginkan ajalnya dijemput saat ia bergerilya di hutan, bukan saat berbaring di  ranjang. Soe Hok-Gie, aktivis “legendaris” Indonesia, juga yang pernah menulis di bukunya, Catatan Seorang Demonstran, tentang hal serupa. Katanya, “Orang-orang seperti kita tidak pantas mati di atas tempat tidur.” Kedua orang ini  rela hidupnya tamat di tempat mereka berjuang dengan nilai-nilai yang mereka yakini. Lantas, adakah pesepakbola yang ingin menggapai batas akhir hidupnya di lapangan hijau?

Kamis, 05 Mei 2016

Berganti Dot Com





Pada mulanya adalah rasa ingin tahu.

Di cerita agama samawi, rasa ingin tahu pula yang membuat Hawa/Eve  melanggar larangan untuk mencicipi buah surga, membuat  ia beserta Adam menjadi makhluk terusir dan menjalani hukuman di dunia. Tapi rasa penasaran tak selamanya buruk. Terlalu banyak hal bermanfaat di dunia ini yang dipantik oleh rasa ingin tahu manusia.  Misalnya beragam penemuan penting. Dari karet gelang hingga pengorek kotoran telinga. Dari kamera hingga internet. Karenanya, kadang, rasa ingin tahu adalah perkara yang sangat patut disyukuri.

Rasa penasaran pula yang akhirnya membuat saya membuat blog. Kala itu adalah sekitar sepuluh tahun yang lalu. Saya masih sebagai mahasiswa yang gagap melihat betapa menariknya internet. Saya kuliah di bidang kesehatan, menaruh minat di dunia komik, dan baru berkenalan dengan dunia literasi. Saya ingin tahu lebih banyak tentang komik Indonesia sekaligus ingin berkenalan lebih jauh tentang dunia tulis menulis. Karena konon Google adalah makhluk yang maha tahu, maka saya bertanya kepadanya. Atas petunjuk Google saya berselancar di laman-laman yang banyak memberikan asupan informasi kepada saya tentang dunia komik Indonesia sekaligus dunia literasi. Saya dipertemukan dengan banyak orang yang  menurut saya istimewa di sebuah situs yang menyediakan layanan blog. Nama situs itu adalah Multiply. Agar interaksi saya lebih mudah dengan mereka, tentu saya membuat blog. Itu adalah blog pertama saya. Sejak itu pula saya perlahan  meninggalkan media sosial paling hits saat itu: Friendster, serta tak lagi bermain-main di aplikasi chatting paling tersohor di jamannya: MiRC

Selasa, 03 Mei 2016

Berlari Bersama Murakami


Saya adalah pembaca Murakami yang terlambat. Karya-karya penulis kontemporer kelahiran Kyoto itu baru saya baca sekitar 3 tahun yang lalu. Itu pun setelah beberapa kawan merekomendasikan beberapa kali karya-karyanya yang terkenal. Berulang-ulang saya menampik. Entah apa alasannya. Beberapa hal di dunia ini tidak selalu bisa dijelaskan, mungkin.

Saya masih ingat saat itu, suatu sore di selasar toko buku. Di luar hujan deras. Saya semakin berlama-lama menyusuri rak demi rak. Hingga pandangan saya menumbuk sebuah buku karangan Haruki Murakami. Judulnya Dengarlah Nyanyian Angin (Hear The Wind Song atau Kaze no Uta o Kike). Bukunya cenderung tipis dibandingkan karya-karya Murakami yang lain. Saya akhirnya membeli buku itu. Usulan beberapa kawan agar saya mengawali membaca Murakami dari Norwegian Wood tidak saya hiraukan.

Kesan saya setelah membaca buku itu, Murakami adalah penulis yang sangat telaten. Cara dia membangun intensitas dengan pembaca sungguh rapi. Dia ibarat seorang koki yang melakukan fillet pada ikan yang hendak dimasaknya dengan sangat pelan-pelan dan terukur. Setelah selesai membaca buku itu, saya baru mendapat informasi bahwa buku itu  adalah buku yang mengawali jalan Murakami sebagai seorang penulis. Sejak itu pula saya tertarik pada karya Murakami yang lain dan menyadari kekeliruan sekaligus keterlambatan saya.