Gambar diambil dari sini |
“Water is life’s mater and matrix, mother and medium. There is no life without water.”--Albert Szent Gyorgi (Ahli biokimia Hungaria dan Pemenang Nobel Kedokteran tahun 1937)
Membicarakan air adalah membicarakan
manusia. Ini tentu bukan sekadar bualan, sebab lebih dari 60% komposisi tubuh
manusia terdiri dari cairan. Cairan tubuh manusia ini dibagi menjadi dua
kompartmen yakni cairan di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan cairan di luar
sel (cairan ekstrasel/CES). 2/3 bagian dari total cairan tubuh manusia adalah
CIS dan 1/3 dari total cairan tubuh manusia adalah CES. CES sendiri masih
dibagi menjadi dua bagian, yakni cairan intravaskuler (di dalam pembuluh darah)
dan cairan interstisial (di antara sel).
Dengan komposisi yang dominan di dalam
tubuh manusia, cairan tubuh tentu memegang peranan penting dalam pemenuhan
kebutuhan fisiologis manusia. Cairan tubuh berfungsi untuk mengangkut zat
makanan ke dalam sel, mengeluarkan buangan sel, terlibat aktif dalam proses
metabolisme sel, sebagai pelarut untuk elektrolit, memelihara suhu tubuh, juga sebagai
pengangkut zat-zat penting macam hormon
dan enzim.
Karenanya, kekurangan air pada tubuh manusia
bukan hanya memicu masalah fisiologis, tapi juga menimbulkan masalah psikologis
macam stress, gelisah dan depresi. Ini karena air adalah katalisator neurotransmitter
(zat pengantar syaraf). Neurotransmitter yang secara spesifik berkaitan dengan rasa nyaman dan
rileks antara lain adalah serotonin dan melatonin. Zat-zat itu semua tidak akan
terhantar dengan baik apabila kita kekurangan air.
Mengingat ragam fungsi cairan tubuh yang begitu vital
dalam memenuhi kebutuhan fisiologis
tubuh, manusia mutlak membutuhkan asupan air terus menerus sepanjang
hidupnya, agar komposisi cairan tubuh selalu cukup. Bila tubuh manusia kekurangan asupan air, akan
merusak keseimbangan hidup yang ada di tingkat yang paling dasar sekalipun,
yakni tingkat selular. Kekurangan air akan merusak sel. Sel yang rusak akan
menjadi organ yang rusak. Organ yang rusak akan mempengaruhi kinerja organ yang
lain, sehingga tubuh pun akan rusak.
Air adalah katalisator utama kesehatan tubuh manusia. Menariknya, tidak ada mekanisme cadangan air di dalam tubuh manusia. Air harus senantiasa diasup. Kebutuhan manusia akan air adalah kebutuhan mutlak dan tanpa tawar.
Air adalah katalisator utama kesehatan tubuh manusia. Menariknya, tidak ada mekanisme cadangan air di dalam tubuh manusia. Air harus senantiasa diasup. Kebutuhan manusia akan air adalah kebutuhan mutlak dan tanpa tawar.
Kenyataan bahwa air adalah sebuah
kebutuhan mutlak dan tanpa tawar, membuat manusia harus pandai-pandai mengolah
sumber air sebagai bahan asupan utama untuk tubuh. Sebab pola konsumsi air yang salah malah
justru menimbulkan masalah baru. Pengolahan
dan konsumsi air yang kurang tepat justru akan menjadi pencetus penyakit. Hampir 50 % dari penyakit yang
diderita masyarakat secara umum masih disebabkan oleh air minum yang tercemar.
Secara ideal, air minum yang
berkualitas dan layak minum harus dapat
diterima secara estetis, tidak berasa, tidak berbau, jernih, tidak mengandung
logam dan partikel terlarut yang dapat membahayakan kesehatan, serta bebas
kuman. Secara khusus, ketiadaan bakteri Escherichia Coli adalah salah satu
indikator utama mutu dan keamanan air minum. Bakteri yang memiliki habitat
alami di dalam usus manusia ini adalah salah satu penyebab berbagai macam
penyakit pencernaan pada manusia. Jika tidak ditemukan bakteri Escherichia Coli
pada air minum, maka kecil ditemukan patogen lain di dalam air minum tersebut
yang menyebabkan penyakit pada manusia. Contoh penyakit yang dimaksud adalah diare,
typhus, hingga hepatitis.
Namun, data soal kualitas air di
kota-kota besar cukup membuat kita sedikit khawatir. Di Jakarta, sepanjang
tahun 2011 kemarin dilaporkan bahwa sebanyak 16. 938 warga Jakarta mengalami
diare, dengan dan tanpa dehidrasi. Kuat diyakini, bahwa tingginya angka itu
berasal dari kualitas air minum yang buruk. Memang, berdasarkan penelitian
tahun 2008, 100 % sampel air bersih di Jakarta dibuktikan terkontaminasi
bakteri coliform dan coli tinja. Data yang identik juga ditemukan pada kota Bekasi
dan kota Bogor.
Tahun 2004, penelitian di kota
Palembang menunjukkan bahwa 21 % depot air minum isi ulang di kota tersebut
tercemar coliform. Bandung punya data lain, soal tingginya kandungan logam Fe
(besi) di sumber air minum. Pada beberapa titik cekungan seperti di daerah
Ujung Berung Utara, Antapani, dan Sadang Serang memiliki kadar Fe antara 3-10
kali ambang batas. Data semakin lengkap bahwa Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di
16 propinsi yang dilaporkan oleh World
Bank tahun 2006 ternyata disebabkan oleh sumber air minum yang terpapar
bakteri Escherichia Coli yang berasal dari tinja manusia dan hewan.
Data yang tersaji soal betapa buruknya
kualitas sumber air bersih ini tak pelak menuntut sekian bentuk solusi. Langkah
pertama yang bisa diambil barangkali adalah dengan meningkatkan kualitas
pengolahan dan pengelolaan sumber air itu sendiri. Ini bisa diawali dengan manajemen ekosistem.
Pengolahan dan pengelolaan sumber air hendaknya berorientasi pada kelestarian lingkungan. Ini bisa diintegrasikan dengan beberapa pihak
terkait macam mereka yang bergiat di bidang peternakan, kehutanan, pertanian,
manajemen tepi sungai. Pengolahan dan pengelolaan sumber air yang berorientasi pada lingkungan dan dengan manajemen ekosistem yang baik
akan menjauhkan sumber air dari paparan polutan dari limbah industri maupun
rumah tangga yang berimbas pada kualitas air itu sendiri. Secara khusus, agar
limbah tidak sampai pada sumber air, bisa dilakukan upaya pemanfaatan potensi
limbah agar menjadi bernilai secara sumber daya. Misalnya pemanfaatan limbah
untuk biogas.
Langkah kedua adalah upaya monitoring
yang konsisten. Langkah ini akan melibatkan pihak pemerintah yang harus aktif
dalam hal ini. Sesuai PP No. 82 tahun 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pemerintah
berwenang menetapkan daya tampung beban pencernaan, melakukan inventarisasi dan
identifikasi sumber pencemar, memantau kualitas air dan memantau faktor lain
yang menyebabkan perubahan mutu air. Dalam hal ini, pemerintah bisa menjalin
kerjasama dengan melibatkan sektor publik dan swasta.
Langkah ketiga adalah melalui upaya
peningkatan kesadaran dan pendidikan bagi masyarakat. Ini bisa dilakukan dengan meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang hubungan air limbah dengan masyarakat, fungsi
ekosistem, atau justru tentang potensi di balik limbah yang bisa dikelola untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pendekatan yang dipilih bisa
beragam. Tergantung kondisi sosial budaya, profil lingkungan, atau justru
potensi ekonomi masyarakat itu sendiri.
Langkah keempat adalah melalui solusi
inovatif yang berkiblat pada pemanfaatan teknologi secara tepat guna. Contoh
kongkrit untuk langkah ini adalah teknologi yang ditawarkan oleh Pure It. Pure It adalah pemurni air minum (water purifier) yang akan menghasilkan air minum yang aman dari paparan bakteri,
virus dan parasit berbahaya, melalui empat tahap pemurnian air.
Tahap pertama adalah Saringan Serat
Mikro untuk menghilangkan semua kotoran yang terlihat. Tahap kedua adalah
Filter Karbon Aktif untuk menghilangkan pestisida dan parasit berbahaya. Tahap
ketiga adalah Proses Pembunuh Kuman untuk menghilangkan virus dan bakteri
berbahaya dalam air. Dan tahap terakhir adalah penjernih yang menghasilkan air yang jernih, tidak berbau, dengan rasa yang alami.
Pure It adalah sebuah terobosan
cemerlang di tengah sulitnya mendapatkan air minum yang berkualitas bagi tubuh.
Dengan keunggulan lain semisal sisi praktis yang tidak memerlukan gas, listrik
dan saluran pipa, menjadikan Pure It sebagai salah satu alternatif utama dalam
upaya meningkatkan kualitas air minum untuk masyarakat.
Kita tentu berharap, agar kualitas
sumber air di Indonesia secara umum meningkat. Kualitas yang meningkat ini juga
diikuti dengan pemerataan dan tidak adanya upaya monopoli pengelolaan air. Sehingga kelangkaan air bersih tidak terjadi
dan mengancam kehidupan masyarakat. Jika masalah pengelolaan air ini disikapi
secara serius, barangkali bisa menjadi salah satu jalan terhadap ragam
permasalahan kesehatan dan sosial yang melanda di Indonesia.
Terkesan berlebihan? Tidak,
membicarakan air adalah membicarakan manusia. Mengelola air adalah mengelola
manusia.
Tidak ada kehidupan manusia tanpa air.
Beberapa sumber tulisan: