–Pramoedya Ananta Toer"Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.."
Dulu, sebelum bersinar terang di Jawa Pos, Dahlan Iskan,
Menteri BUMN yang sekarang itu, pernah mengasah dirinya dengan bergabung
bersama majalah TEMPO. Bahkan dia sempat menjadi Kepala Biro TEMPO untuk Jawa
Timur yang berkedudukan di Surabaya. Di TEMPO, Dahlan mengaku banyak belajar
dari orang-orang hebat yang memimpin TEMPO. Salah satunya adalah Pemimpin
Redaksi TEMPO yang legendaris, Goenawan Mohamad.
Dahlan mengakui, bahwa sosok semacam Goenawan Mohamad adalah
manusia yang langka. GM, begitu Goenawan Mohamad dipanggil, adalah pribadi yang
susah ditemui padanannya. GM adalah manusia
yang lengkap: dia intelektual, dia budayawan, dia seniman, dia wartawan, dia
manajer. Label yang dia miliki mensyaratkan keseimbangan yang luar biasa. Dia secara
mahir mampu menjaga keseimbangan antara cara berpikir yang “liar” (sebagai
seniman dan budayawan) dengan cara berpikir yang “sistematis” (sebagai jurnalis
dan manajer). Sangat susah menjaga keseimbangan cara berpikir yang bertentangan
macam itu. Maka sebutan “manusia langka” untuk GM itu tepat, memang.
Namun, beruntunglah saya akhirnya bisa bertemu dengan manusia tipikal
macam itu. Bahkan, saya bisa belajar banyak dari dia. Namanya, Mohammad Eri
Irawan.
Eri Irawan saat masih imut :D |
Beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih belum mengenal
Eri, saya chatting dengan salah satu jurnalis dari kota Jember. Dengan sok
akrab, saya menyapa jurnalis itu. Meminta kesediaannya untuk mengajari saya
menulis dan berdiskusi soal banyak hal. Mungkin karena dia sibuk, dia menolak
secara halus permintaan saya. Tapi dia menyodorkan satu nama untuk membantu
saya.
“Sampeyan hubungi saja Eri Irawan. Kenal?” tanyanya.
“Gak, mas,” jawab saya singkat.
Kemudian jurnalis itu sempat memplesetkan bahwa nama lengkap Eri adalah (Goenawan) Mohammad Eri Irawan. Tentu saja, jurnalis itu bermaksud
memberi persamaan antara Mohammad Eri Irawan dengan Goenawan Mohamad. Saya
semakin tertarik, kemudian saya searching
soal Eri Irawan.
Eri memang memukau. Dari gaya menulis, ia memang memiliki
kemiripan dengan gaya GM. Pemilihan kalimat yang pendek dan efektif, terkadang
memilih diksi yang jarang dan unik, sampai pada upaya permenungan yang dalam
sekaligus liris.
Tak hanya dari gaya penulisan, setelah saya mengenal Eri,
saya semakin yakin bahwa Eri memang memiliki kemiripan dengan Goenawan Mohamad.
Katakanlah saya berlebihan, mungkin. Tapi memang demikian keadaannya. Eri,
sebagaimana GM adalah orang-orang langka yang mampu berjalan seimbang pada dua
arus deras yang mengalir bertentangan.
Eri adalah penulis muda yang produktif. Tulisan-tulisannya
rajin singgah di harian-harian nasional. Apalagi tulisan yang menyangkut latar
belakang pendidikannya: ekonomi. Tak hanya itu, tulisan Eri soal sepakbola juga
rutin muncul di koran. Apalagi saat berlangsung pentas sepakbola akbar macam
Piala Dunia dan Piala Eropa. Lagi-lagi, Eri melihat sepakbola dengan kacamata
ekonomi. Tapi Eri bukan hanya piawai menulis soal ekonomi. Ia mampu menulis
soal humaniora dengan pendekatan prosa yang estetis.
Semasa kuliah ekonomi, Eri tergolong sprinter. Studi di Fakultas Ekonomi dia tempuh tidak sampai empat
tahun. Padahal, Eri tergolong sibuk di kampus. Ia pernah menjadi Pemimpin Umum kelompok
pers mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Semasa kuliah, ia juga
aktif di percaturan aktivisme mahasiswa.
Kini dia merambah dunia konsultan strategi komunikasi
pemasaran. Di usia yang masih terbilang sangat muda, dia sudah memiliki
perusahaan yang bergerak di bidang pelatihan dan konsultasi komunikasi
pemasaran. Eri memiliki kemampuan manajemen
yang sangat baik. Dia pernah berseloroh
pada saya, “Manajemen, secara kasar, hanyalah perkara bagaimana memanfaatkan
orang lain untuk mencapai tujuanmu.”
Eri adalah pemamah buku yang lahap dan rakus, tapi tidak
pelit. Tulisan-tulisan Eri menunjukkan bahwa wacana yang dia miliki sangat luas
dan urat baca yang dia miliki sangat liat. Tapi Eri juga gemar berbagi buku.
Seringkali dia memberi donasi buku kepada kawan-kawan. Sedikit? Buku-buku hasil
sumbangan Eri bisa berkardus-kardus.
Hal penting yang saya pelajari dari Eri adalah kendati dia
memiliki kapabilitas untuk berjalan dengan seimbang pada dua arus berlawanan,
dia tetap konsisten menjaga fokus. Ia fokus memposisikan dirinya sebagai ahli
ekonomi. Konsentrasinya belakangan tentang komunikasi pemasaran pun, tak lepas
dari positioning-nya di bidang
ekonomi. Kemampuan Eri di bidang yang lain, wacananya yang luas, serta kepekaan
literasinya, tidak lantas mengurangi fokusnya di bidang ekonomi. Malah sebaliknya
itu jadi penyokong kualitasnya sebagai seorang yang ahli di bidang ekonomi.
Barangkali, kuncinya adalah sikap adil. Adil berarti
meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tahu mana hal yang penting, tahu mana hal
yang kurang penting. Proporsional. Eri Irawan maupun GM adalah orang-orang
tipikal macam ini. Sehingga mereka tetap berjalan seimbang. Apapun arusnya.
Eri adalah orang yang –meminjam istilah Pramoedya Ananta Toer– sudah adil sejak dalam pikiran.
Eri adalah orang yang –meminjam istilah Pramoedya Ananta Toer– sudah adil sejak dalam pikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar