Sabtu, 17 November 2012

Langkah Seimbang Eri Irawan


"Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.."
                                                                                          –Pramoedya Ananta Toer              

Dulu, sebelum bersinar terang di Jawa Pos, Dahlan Iskan, Menteri BUMN yang sekarang itu, pernah mengasah dirinya dengan bergabung bersama majalah TEMPO. Bahkan dia sempat menjadi Kepala Biro TEMPO untuk Jawa Timur yang berkedudukan di Surabaya. Di TEMPO, Dahlan mengaku banyak belajar dari orang-orang hebat yang memimpin TEMPO. Salah satunya adalah Pemimpin Redaksi TEMPO yang legendaris, Goenawan Mohamad. 

Dahlan mengakui, bahwa sosok semacam Goenawan Mohamad adalah manusia yang langka. GM, begitu Goenawan Mohamad dipanggil, adalah pribadi yang susah ditemui padanannya. GM adalah  manusia yang lengkap: dia intelektual, dia budayawan, dia seniman, dia wartawan, dia manajer. Label yang dia miliki mensyaratkan keseimbangan yang luar biasa. Dia secara mahir mampu menjaga keseimbangan antara cara berpikir yang “liar” (sebagai seniman dan budayawan) dengan cara berpikir yang “sistematis” (sebagai jurnalis dan manajer). Sangat susah menjaga keseimbangan cara berpikir yang bertentangan macam itu. Maka sebutan “manusia langka” untuk GM itu tepat, memang.

Namun, beruntunglah saya akhirnya bisa bertemu dengan manusia tipikal macam itu. Bahkan, saya bisa belajar banyak dari dia. Namanya, Mohammad Eri Irawan. 

Eri Irawan saat masih imut :D


Beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih belum mengenal Eri, saya chatting dengan salah satu jurnalis dari kota Jember. Dengan sok akrab, saya menyapa jurnalis itu. Meminta kesediaannya untuk mengajari saya menulis dan berdiskusi soal banyak hal. Mungkin karena dia sibuk, dia menolak secara halus permintaan saya. Tapi dia menyodorkan satu nama untuk membantu saya. 

“Sampeyan hubungi saja Eri Irawan. Kenal?” tanyanya. 

“Gak, mas,” jawab saya singkat. 

Kemudian jurnalis itu sempat memplesetkan bahwa nama  lengkap  Eri adalah (Goenawan) Mohammad  Eri Irawan. Tentu saja, jurnalis itu bermaksud memberi persamaan antara Mohammad Eri Irawan dengan Goenawan Mohamad. Saya semakin tertarik, kemudian saya searching soal Eri Irawan. 

Eri memang memukau. Dari gaya menulis, ia memang memiliki kemiripan dengan gaya GM. Pemilihan kalimat yang pendek dan efektif, terkadang memilih diksi yang jarang dan unik, sampai pada upaya permenungan yang dalam sekaligus liris. 

Tak hanya dari gaya penulisan, setelah saya mengenal Eri, saya semakin yakin bahwa Eri memang memiliki kemiripan dengan Goenawan Mohamad. Katakanlah saya berlebihan, mungkin. Tapi memang demikian keadaannya. Eri, sebagaimana GM adalah orang-orang langka yang mampu berjalan seimbang pada dua arus deras yang mengalir bertentangan. 

Eri adalah penulis muda yang produktif. Tulisan-tulisannya rajin singgah di harian-harian nasional. Apalagi tulisan yang menyangkut latar belakang pendidikannya: ekonomi. Tak hanya itu, tulisan Eri soal sepakbola juga rutin muncul di koran. Apalagi saat berlangsung pentas sepakbola akbar macam Piala Dunia dan Piala Eropa. Lagi-lagi, Eri melihat sepakbola dengan kacamata ekonomi. Tapi Eri bukan hanya piawai menulis soal ekonomi. Ia mampu menulis soal humaniora dengan pendekatan prosa yang estetis.

Semasa kuliah ekonomi, Eri tergolong sprinter. Studi di Fakultas Ekonomi dia tempuh tidak sampai empat tahun. Padahal, Eri tergolong sibuk di kampus. Ia pernah menjadi Pemimpin Umum kelompok pers mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Semasa kuliah, ia juga aktif di percaturan aktivisme mahasiswa. 

Kini dia merambah dunia konsultan strategi komunikasi pemasaran. Di usia yang masih terbilang sangat muda, dia sudah memiliki perusahaan yang bergerak di bidang pelatihan dan konsultasi komunikasi pemasaran.  Eri memiliki kemampuan manajemen  yang sangat baik. Dia pernah berseloroh pada saya, “Manajemen, secara kasar, hanyalah perkara bagaimana memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuanmu.”

Eri adalah pemamah buku yang lahap dan rakus, tapi tidak pelit. Tulisan-tulisan Eri menunjukkan bahwa wacana yang dia miliki sangat luas dan urat baca yang dia miliki sangat liat. Tapi Eri juga gemar berbagi buku. Seringkali dia memberi donasi buku kepada kawan-kawan. Sedikit? Buku-buku hasil sumbangan Eri bisa berkardus-kardus. 

Hal penting yang saya pelajari dari Eri adalah kendati dia memiliki kapabilitas untuk berjalan dengan seimbang pada dua arus berlawanan, dia tetap konsisten menjaga fokus. Ia fokus memposisikan dirinya sebagai ahli ekonomi. Konsentrasinya belakangan tentang komunikasi pemasaran pun, tak lepas dari positioning-nya di bidang ekonomi. Kemampuan Eri di bidang yang lain, wacananya yang luas, serta kepekaan literasinya, tidak lantas mengurangi fokusnya di bidang ekonomi. Malah sebaliknya itu jadi penyokong kualitasnya sebagai seorang yang ahli di bidang ekonomi.

Barangkali, kuncinya adalah sikap adil. Adil berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tahu mana hal yang penting, tahu mana hal yang kurang penting. Proporsional. Eri Irawan maupun GM adalah orang-orang tipikal macam ini. Sehingga mereka tetap berjalan seimbang. Apapun arusnya.

 Eri adalah orang yang ­­­­­­­­­­­–meminjam istilah Pramoedya Ananta Toer­­­­­­­­­­­– sudah adil sejak dalam pikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar