Seorang remaja tanggung
membanting pintu kamarnya dengan ketakutan. Tangannya bergetar. Napasnya cepat
dan tidak teratur. Lidahnya kelu. Hampir saja, sebuah pisau menancap di perut
temannya. Semua bermula dari amarahnya yang memuncak karena olok-olok. Anak itu
lantas menikam temannya. Karena penuh emosi, gerakan tangannya kacau. Ujung
pisau tidak merobek dinding perut, namun hanya terkena gesper ikat pinggang
temannya. Pisau patah dan temannya urung
tewas. Ia lalu hampir menangis dan berlari tunggang langgang menuju
rumahnya, menuju kamarnya. Bocah itu kemudian menekuk lutut dan meratap,
“Tuhan, jauhkan saya dari temperamen yang buruk ini.”
Belasan tahun kemudian,
bocah pemarah itu tumbuh menjadi seorang yang sangat tenang dan bertangan
dingin. Ia sering menggunakan pisau. Kali ini bukan pisau kemping kecil yang
nyaris merenggut nyawa temannya. Bocah itu kini mengakrabi pisau bedah. Ia
menjadi salah satu dokter bedah terbaik yang pernah dimiliki oleh Amerika
Serikat. Spesialisasinya bedah saraf anak (pediatric
neurosurgery). Nama bocah itu adalah Benjamin S Carson.
Ben Carson kala muda. Gambar diambil dari republicbuzz.com |
Hidup Ben Carson—begitu
ia kerap dipanggil—sedari kecil karib dengan penolakan. Ia dikenal sebagai anak
yang bodoh di kelas. Daya tangkapnya rendah dan pemahamannya jauh tertinggal
dibanding teman-temannya yang lain. Kehidupan keluarganya juga tidak begitu
harmonis. Orang tuanya bercerai, yang membuatnya harus beberapa pindah tempat tinggal. Ibunya
mengalami depresi yang berat karena rumah tangga yang hancur, sehingga
memutuskan untuk memeriksakan diri secara rutin ke psikiater. Sehari-hari
ibunya bekerja menjadi asisten rumah tangga untuk menghidupi Ben dan kakaknya
yang bernama Curtis. Kondisi ekonomi yang buruk dan latar belakang keluarga
yang terpuruk kerap menjadikan Ben sebagai bahan olok-olok. Satu hal lagi yang sering
membuatnya menjadi bahan risak teman-temannya: Ben berkulit hitam.