Seorang
kawan iseng bertanya pada saya, “Sahad, jika boleh memilih satu warna, apa
warna favoritmu?”
Saya menjawab dengan tegas, “Biru”.
Bisa ditebak , selanjutnya kawan
saya itu akan bertanya lebih jauh, tentang alasan pilihan saya. Dan untuk soal
ini, saya tidak pernah bosan menjelaskan. Agak berbeda dengan kebiasaan saya
yang biasanya agak malas menjelaskan sesuatu yang sama berulang-ulang. Apalagi
pertanyaan yang menyangkut hal pribadi.
Orang biasanya menyukai sesuatu karena kejelasannya. Tapi,
saya menyukai warna biru karena bagi saya biru adalah simbol sesuatu yang
sebenarnya tidak jelas. Buat saya, memang begitulah hidup. Manusia menjadi
makhluk-makhluk bernyawa yang menjaga eksistensi selama kurun waktu tertentu
dengan rangkaian peristiwa yang kerap
kali tidak bisa ditebak. Rumit. Berkelindan. Tapi dari jauh tampak sederhana.
Sebagaimana warna biru buat saya.
Maksud saya begini,
membicarakan biru, saya langsung menunjuk pada langit dan laut. Laut dan langit saya kira adalah dua “benda”
yang memiliki warna biru paling luas. Tapi bila kita lihat dan cermati, warna
biru pada langit bukanlah warna sebenarnya. Warna biru pada langit
sesungguhnya terjadi karena sinar matahari dibiaskan oleh
molekul-molekul udara. Cahaya dengan panjang gelombang tinggi yaitu warna merah-kuning-orange akan terus bergerak dalam arah lurus. Sedangkan panjang gelombang
pendek (biru-ungu-hijau) akan disebarkan ke segala arah. Akibatnya cahaya yang
banyak masuk ke mata kita adalah warna biru.
Dari jauh langit akan tampak biru, ketika malam sekalipun.
Saya sering melamun saat
melihat langit di malam hari ketika purnama. Pendar sinar rembulan membuat langit
di malam hari berwarna hitam kebiruan. Magis sekali nuansanya.
Tak jauh berbeda dengan warna
biru pada laut. Air laut sejatinya berwarna bening. Tapi dari kejauhan tampak
biru karena air laut bersifat menyerap cahaya. Dari sekian warna, cahaya warna
biru merupakan yang paling tidak terserap oleh air laut. Ada juga yang bilang bahwa warna biru pada air laut
adalah hasil pantulan dari langit.
Ada hal lain lagi yang membuat saya menghubungkan biru kepada
langit dan laut. Hal itu adalah kebiasaan saya sewaktu kecil, yang sampai
sekarang sering saya lakukan.
Bermula dari kebiasaan saya
bermain sepakbola sejak kecil di kampung. Ketika latihan atau pertandingan
sepakbola selesai, saya kerap berbaring terlentang di tengah lapangan. Saya
menatap langit, sambil mengatur nafas yang tersengal-sengal. Pandangan saya
bebas, tak ada penghalang. Langit tampak begitu luas dan biru. Saya merasa
begitu kecil.
Kebiasaan itu saya pelihara
sampai sekarang, kendati saya tidak melakukannya di tanah lapang lagi. Saya
melakukannya di manapun. Setiap ada masalah yang saya anggap membebani, yang
sering saya lakukan salah satunya adalah menatap langit yang luas dan biru. Sekadar mengingatkan diri
sendiri, bahwa masalah saya kecil dibandingkan semesta yang begitu kompleks.
Masalah saya bukan apa-apa dibandingkan langit yang biru, luas, dan menyimpan misteri
lebih rumit.
Sama halnya dengan menatap laut. Menatap
laut yang biru, terus bergelombang tak pernah diam, ombak yang berdebur
bergantian, saya sering merasa bahwa
masalah yang saya hadapi tidak pantas membuat saya mengeluh.
Human problems are as old as the universe.
Barangkali begitu.
Setelah menatap langit dan laut
yang biru, saya sering merasa lebih tenang. Entah ada hubungannya atau tidak,
warna biru menurut beberapa ahli psikologis dan pengobatan holistik memang memberikan
efek ketenangan dan kesejukan. Warna biru dianggap mengurangi rasa sakit, oleh
beberapa pakar korologi (ilmu yang mempelajari cahaya sebagai terapi).
Orang-orang Mesir kuno dan
Cina kuno bahkan konon menggunakan
warna biru sebagian dari proses pengobatan tradisional mereka yang terkenal ampuh dan mujarab itu.
Biru memang menarik buat saya.
Catatan remeh yang kalian baca sampai huruf ini pun, saya tulis ketika bersantai di teras rumah, sambil
sesekali menatap langit yang biru.
Sekadar menjadi pengingat, bahwa tulisan sok
tahu ini hanya sekadar noktah yang kecil, di sapuan langit yang luasnya tak terkira. Langit yang biru.