Minggu, 31 Maret 2013

Biru





Seorang kawan iseng bertanya pada saya, “Sahad, jika boleh memilih satu warna, apa warna favoritmu?”


Saya menjawab dengan tegas, “Biru”.


Bisa ditebak , selanjutnya kawan saya itu akan bertanya lebih jauh, tentang alasan pilihan saya. Dan untuk soal ini, saya tidak pernah bosan menjelaskan. Agak berbeda dengan kebiasaan saya yang biasanya agak malas menjelaskan sesuatu yang sama berulang-ulang. Apalagi pertanyaan yang menyangkut hal pribadi.


Orang biasanya  menyukai sesuatu karena kejelasannya. Tapi, saya menyukai warna biru karena bagi saya biru adalah simbol sesuatu yang sebenarnya tidak jelas. Buat saya, memang begitulah hidup. Manusia menjadi makhluk-makhluk bernyawa yang menjaga eksistensi selama kurun waktu tertentu dengan rangkaian peristiwa  yang kerap kali tidak bisa ditebak. Rumit. Berkelindan. Tapi dari jauh tampak sederhana. Sebagaimana  warna biru buat saya. 


Maksud saya begini, membicarakan biru, saya langsung menunjuk pada langit dan laut.  Laut dan langit saya kira adalah dua “benda” yang memiliki warna biru paling luas. Tapi bila kita lihat dan cermati, warna biru pada langit bukanlah warna sebenarnya. Warna biru pada langit sesungguhnya  terjadi karena  sinar matahari dibiaskan oleh molekul-molekul udara. Cahaya dengan panjang gelombang tinggi yaitu warna merah-kuning-orange akan terus bergerak dalam arah lurus. Sedangkan panjang gelombang pendek (biru-ungu-hijau) akan disebarkan ke segala arah. Akibatnya cahaya yang banyak masuk ke mata kita adalah warna biru.

Dari jauh  langit akan  tampak biru, ketika malam sekalipun. 

Saya sering melamun saat melihat langit di malam hari ketika purnama. Pendar sinar rembulan membuat langit di malam hari berwarna hitam kebiruan. Magis sekali nuansanya.

Tak jauh berbeda dengan warna biru pada laut. Air laut sejatinya berwarna bening. Tapi dari kejauhan tampak biru karena air laut bersifat menyerap cahaya. Dari sekian warna, cahaya warna biru merupakan yang paling tidak terserap oleh air laut. Ada  juga  yang bilang bahwa warna biru pada air laut adalah hasil pantulan dari langit.

Ada hal lain lagi  yang membuat saya menghubungkan biru kepada langit dan laut. Hal itu adalah kebiasaan saya sewaktu kecil, yang sampai sekarang sering saya lakukan. 


Bermula dari kebiasaan saya bermain sepakbola sejak kecil di kampung. Ketika latihan atau pertandingan sepakbola selesai, saya kerap berbaring terlentang di tengah lapangan. Saya menatap langit, sambil mengatur nafas yang tersengal-sengal. Pandangan saya bebas, tak ada penghalang. Langit tampak begitu luas dan biru. Saya merasa begitu kecil. 


Kebiasaan itu saya pelihara sampai sekarang, kendati saya tidak melakukannya di tanah lapang lagi. Saya melakukannya di manapun. Setiap ada masalah yang saya anggap membebani, yang sering saya lakukan salah satunya adalah menatap langit  yang luas dan biru. Sekadar mengingatkan diri sendiri, bahwa masalah saya kecil dibandingkan semesta yang begitu kompleks. Masalah saya bukan apa-apa dibandingkan langit yang biru, luas, dan menyimpan misteri lebih rumit. 


Sama halnya dengan menatap laut. Menatap laut yang biru, terus bergelombang tak pernah diam, ombak yang berdebur bergantian, saya  sering merasa bahwa masalah yang saya hadapi tidak pantas membuat saya mengeluh. 


Human problems are as  old as the universe. Barangkali begitu. 


Setelah menatap langit dan laut yang biru, saya sering merasa lebih tenang. Entah ada hubungannya atau tidak, warna biru menurut beberapa ahli psikologis dan pengobatan holistik memang memberikan efek ketenangan dan kesejukan. Warna biru dianggap mengurangi rasa sakit, oleh beberapa pakar korologi (ilmu yang mempelajari cahaya sebagai terapi). 


Orang-orang Mesir kuno dan Cina  kuno bahkan konon menggunakan warna biru sebagian dari proses pengobatan tradisional mereka  yang terkenal ampuh dan mujarab  itu. 


Biru memang menarik buat saya. Catatan remeh yang kalian baca sampai huruf ini pun, saya tulis  ketika bersantai di teras rumah, sambil sesekali menatap langit yang biru.


 Sekadar menjadi pengingat, bahwa tulisan sok tahu ini hanya sekadar noktah yang kecil, di sapuan langit  yang luasnya tak terkira. Langit yang biru.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar