Gambar diambil dari sini |
Kuceritakan
sebuah lakon yang terjadi di Istana Buckhingham pada tahun 1953. Kala itu,
diplomat kita yang mahir bersilat lidah, KH. Agus Salim namanya, hadir sebagai
undangan di acara penobatan Ratu Elizabeth II sebagai Ratu Inggris—mewakili
Presiden Soekarno yang tidak bisa hadir. Sang diplomat menatap Pangeran Philip,
kemudian menyalakan kretek, lalu mengayun-ayunkannya di depan hidung Sang
Pangeran.
Aroma
kretek menyeruak. Agus Salim dengan tenang bertanya, “Yang Mulia, apakah Anda
mengenali aroma rokok ini?”
Pangeran
Philip menajamkan penciumannya, menghirup aroma kretek Agus Salim. Ia gamang
dan kemudian berkata bahwa ia tidak mengenali aroma yang dimaksud sang
diplomat. Sambil tersenyum, Agus Salim berkata, “Rokok inilah yang menjadi
sebab sekitar 300 tahun yang lalu, bangsa Anda mengarungi lautan dan menjajah
kami.”
Kisah
yang hampir mirip juga pernah dituturkan oleh sastrawan kebanggaan kita,
Pramoedya Ananta Toer, dengan mengutip catatan Mark Hanusz di buku Kretek: The Culture and Heritage of
Indonesia’s Clove Cigarettes. Lagi-lagi, The Grand Old Man alias KH. Agus Salim yang menjadi lakonnya.
Situasinya hampir mirip, di jamuan diplomatik yang dihelat di London.
Di
acara itu, Agus Salim menyalakan kreteknya, kemudian menghisapnya dalam-dalam.
Diplomat-diplomat asing heran dengan apa yang dihisapnya. Salah seorang
bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya, “What is that thing you are smoking, Sir?” Sang diplomat menjawab
dengan lembut namun menghujam: “That,
Your Excellency, is the reason for which the West conquered the world.”
Agus
Salim seakan memberi penegasan akan dua hal. Pertama, bahwa ia begitu bangga
dengan kretek sehingga dia tanpa ragu memamerkannya di hadapan hidung-hidung
orang asing. Kedua, sang diplomat seakan mengingatkan kembali bahwa bangsa
diplomat asing itulah yang pernah memerlakukan bangsanya sebagai kaum taklukan
melalui upaya penjajahan yang rakus dan mencoba melumat kekayaan Indonesia,
salah satunya kretek.