Pada
mulanya adalah rasa ingin tahu.
Di
cerita agama samawi, rasa ingin tahu pula yang membuat Hawa/Eve melanggar larangan untuk mencicipi buah surga,
membuat ia beserta Adam menjadi makhluk
terusir dan menjalani hukuman di dunia. Tapi rasa penasaran tak selamanya
buruk. Terlalu banyak hal bermanfaat di dunia ini yang dipantik oleh rasa ingin
tahu manusia. Misalnya beragam penemuan
penting. Dari karet gelang hingga pengorek kotoran telinga. Dari kamera hingga
internet. Karenanya, kadang, rasa ingin tahu adalah perkara yang sangat patut
disyukuri.
Rasa penasaran
pula yang akhirnya membuat saya membuat blog. Kala itu adalah sekitar sepuluh
tahun yang lalu. Saya masih sebagai mahasiswa yang gagap melihat betapa menariknya
internet. Saya kuliah di bidang kesehatan, menaruh minat di dunia komik, dan
baru berkenalan dengan dunia literasi. Saya ingin tahu lebih banyak tentang
komik Indonesia sekaligus ingin berkenalan lebih jauh tentang dunia tulis
menulis. Karena konon Google adalah makhluk yang maha tahu, maka saya bertanya
kepadanya. Atas petunjuk Google saya berselancar di laman-laman yang banyak
memberikan asupan informasi kepada saya tentang dunia komik Indonesia sekaligus
dunia literasi. Saya dipertemukan dengan banyak orang yang menurut saya istimewa di sebuah situs yang
menyediakan layanan blog. Nama situs itu adalah Multiply. Agar interaksi saya
lebih mudah dengan mereka, tentu saya membuat blog. Itu adalah blog pertama
saya. Sejak itu pula saya perlahan meninggalkan media sosial paling hits saat
itu: Friendster, serta tak lagi bermain-main di aplikasi chatting paling tersohor di jamannya: MiRC
Dari Multiply
saya berkenalan dengan beberapa kawan yang bisa mengakomodasi kebutuhan saya
tentang dunia komik Indonesia dan secara tidak langsung memantik saya untuk
belajar menulis. Saya banyak mengunduh ilmu dan wawasan dari mereka. Mereka
orang-orang baik. Tak hanya sering
memberi kritik sekaligus saran, beberapa dari mereka bahkan ada yang sampai
mengirim paket buku dan cakram data secara gratis. Ketika saya bertanya kepada salah
satu dari mereka tentang alasan saya diberi gratis, dia menjawab, “Kalau saya
mendapatkannya dengan cuma-cuma, mengapa kamu harus mendapatkannya dari saya
dengan membayar?”
Sayangnya
Multiply pada akhirnya harus gulung tikar. Situs itu entah bagaimana nasibnya
kini. Setahu saya sudah tidak bisa diakses. Saya memutuskan untuk hijrah di dua
situs penyedia blog yang kemudian lebih populer, yakni Blogspot dan Wordpress.
Kawan-kawan yang saya kenal di Multiply juga tentu saja demikian, walau lebih
banyak dari mereka yang tidak saya ketahui
aktivitas blogging-nya setelah
Multiply kandas.
***
Saya
tidak pernah tersinggung kalau ada yang bilang saya adalah blogger angin-anginan. Untuk apa tersinggung jika kenyataannya
demikian. Salah satu dari kawan saya ada yang berseloroh bahwa dibandingkan dia
yang blogger garis keras (karena rajin posting), saya adalah blogger garis
putus-putus. Kadang ngeblog, tapi
lebih banyak tidak.
Kalau
ditanya alasan kenapa tidak rajin posting,
saya bisa menghimpun banyak apologi. Biarlah apologi menjadi apologi. Tak usah
dibahas.
Dulu
saya pernah bilang, bahwa menulis di blog adalah salah satu cara yang saya
pilih untuk menjaga kewarasan. Saya meminta maaf kalau terkesan berlebihan. Tapi buat saya memang demikian. Saya berharap menulis
di blog tentang hal-hal kecil yang kerap diabaikan. Dan saya rasa itu
menyenangkan.
Saya
juga tidak menampik, bahwa di luar urusan menjaga kewarasan, saya juga menulis
di blog untuk perkara lain. Untuk lomba menulis, misalnya. Memang demikian
kondisinya. Saya mengakui bahwa saya adalah bounty
hunter yang memakai blog sebagai alat mengikuti sayembara penulisan. Saya
tidak merasa ada yang salah dengan hal itu. Dan beruntungnya, saya diijinkan
memenangi beberapa perlombaan itu. Barakallah.
Tapi
semakin lama saya semakin merasa bahwa saya kurang serius. Kurang
sungguh-sungguh menulis di blog. Maksud saya kalau memang ingin bermain, mari
bermain-main dengan serius. Saya menyadari, bahwa semakin jauh saya belajar menulis,
dorongan agar saya terus mengembangkan diri lebih baik lagi semakin menguat.
***
Ada
yang pernah dengar grup band bernama
Eskavis? Jika tidak pernah, tak perlu risau. Banyak yang tidak tahu tentang grup band dari Sumatera Barat ini. Saya yakin,
Bens Leo yang kerap diklaim sebagai pengamat belantika musik Indonesia pun
belum tentu tahu. Saya juga pertama kali mendengar nama band yang mempunyai
single berjudul Hingga di Alam Surga (saya
belum pernah mendengar lagunya) ini tak lebih dari sebulan yang lalu.
Tapi
jika nama Eskavis diganti dengan NUSAnews.com, Posmetro.info, hingga
NBCIndonesia.com, mungkin lebih banyak yang tahu. Tak hanya tahu, banyak di antara
kita yang sering membaca tautan di media sosial yang diarahkan ke alamat web
yang saya sebut tadi. Orang-orang di balik web-web itu adalah orang-orang di
balik grup band entah yang bernama Eskavis tadi.
Mereka
adalah anak-anak muda yang masih berstatus mahasiswa semester tujuh di salah
satu universitas negeri di Sumatera Barat. Dengan membeli domain yang harganya
tak lebih dari 200 ribu rupiah setahun, mereka mengisi konten webnya dengan
beragam berita ngawur, hasil comot dan direkayasa sedikit-sedikit, diberi
judul bombastis, untuk menggugah rasa
ingin tahu pembaca tanpa peduli dengan kericuhan akibat persepsi yang salah. Tak
jarang, pertikaian di media sosial disulut oleh tulisan-tulisan dari web-web
tadi. Konten yang ditulis adalah berita ngawur dan ditulis
sekenanya tentang kondisi politik negeri ini.
Apakah
mereka adalah intelejen yang menyamar menjadi mahasiswa yang tidak kunjung
lulus dan menjalankan tugas untuk spin
isu? Oh ayolah, ini bukan film sejenis Mission
Impossible yang ternyata selalu punya banyak kemungkinan itu. Ini adalah
cerita anak-anak muda yang jeli melihat celah berupa rasa ingin tahu yang
tinggi dari orang Indonesia, agar mendapatkan uang yang banyak. Sekali lagi ini
perkara uang, bukan perkara idealisme.
Sebab
selain banyak tahu, ternyata Google juga makhluk yang baik hati. Dengan
ramainya kunjungan pembaca ke web mahasiswa-mahasiswa tadi, Google Ad Sense
memberi mereka ganjaran. Tak tanggung, sekitar 40 ribu dollar Amerika setahun.
Silakan hitung sendiri konversinya ke rupiah.
Setelah
mengumpat, kemudian tercengang, saya kemudian berpikir sok bijak. Jika memang
untuk perkara yang buruk ada orang yang sampai
sebegitu niat dan serius menulis, maka
mengapa saya tidak serius pula untuk menulis walaupun sekadar bersenang-senang?
Maksud saya, mengapa saya tidak bersenang-senang dengan serius di blog? Saya
tidak melihat perkara mencari uang lewat web/blog sebagaimana dilakukan
anak-anak Eskavis sebagai hal yang buruk. Tapi membuat berita ngawur yang
berdampak buruk untuk orang banyak adalah perihal yang sangat tidak patut, saya rasa.
Maka
beberapa hari yang lalu saya memancangkan niat untuk lebih serius ngeblog. Saya awali dengan mengganti
domain menjadi dot com. Perkara remeh untuk beberapa orang, mungkin. Namun buat
saya itu adalah perkara yang cukup penting untuk menggenjot gairah saya menulis
di blog ini.
Pertama,
menunjukkan dengan jelas keseriusan saya ke diri sendiri dan orang lain. Domain
itu saya beli, walaupun tak mahal. Namun
dengan membeli domain, setidaknya ada panggilan yang mengetuk di dalam diri
untuk menyayangkan sikap malas menulis. Membeli domain namun tidak pernah
mengisi blog adalah perkara yang mubadzir. Kata guru mengaji saya dulu, itu
perkara yang disukai setan. Hehe.
Alasan lain
mengganti domain ke dot com bagi saya juga perkara kesederhanaan. Daripada
mengetik terlalu panjang, jelas lebih mudah mengetik dot com setelah menulis
nama saya tanpa spasi. Buat siapa? Ya buat siapa saja yang ingin singgah. Saya
kira lumrah kalau orang lebih suka sesuatu yang lebih mudah.
Sisanya
adalah perkara terusiknya akal sehat saya. Masa kalah niat dengan anak-anak
Eskavis, padahal mereka hanya main sebar tulisan ngawur? Alasan yang terakhir
ini mungkin alasan yang terkesan naïf. Sebab motivasinya sudah tidak sama. Bagi
mereka, uang adalah tendensi utama. Peduli setan dengan idealisme maupun jargon
sharing is caring. Sedang saya sekadar
ingin bersenang-senang, berupaya menjaga kewarasan, syukur-syukur dapat uang
kalau berhasil memenuhi tawaran pekerjaan lewat blog atau mungkin memenangi
lomba penulisan.
Yang jelas, upaya mengganti domain ini saya sikapi
dengan kemauan untuk terus belajar, melihat banyak hal, rajin menggali informasi,
dan senantiasa mengasah kepekaan untuk terus menulis.
Mudah-mudahan
berhasil. Namanya juga usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar