Tidak seperti kebanyakan orang,
saya hampir tidak pernah mengawali tahun dengan memancang resolusi. Hari-hari
berharga di awal tahun kerap berlalu begitu saja, tanpa ada upaya menjernihkan
visi agar perjalanan setahun ke depan
lebih berarti dan sedikit lebih jelas arahnya.
Kali ini saya mencoba menjadi
berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saya menggagas resolusi di awal
tahun, barangkali dengan niatan agar langkah saya selama menjalani tahun 2014
tidak gontai dan asal-asalan. Mungkin terkesan berlebihan. Tapi marilah hargai
upaya ini sebagai sebuah niatan baik. Niat baik di awal tahun.
Dengan tekad yang bulat, tanpa
adanya paksaan dari pihak manapun, saya catatkan resolusi saya di tahun 2014
adalah sebagai berikut:
1. Belajar Memasak
Saya menyepakati bahwa setelah
menemukan api, pencapaian terbesar manusia adalah masakan enak. Tidak ada
keelokan budaya bersama perut yang kosong. Tanpa pengetahuan tentang masakan
yang menggoda lidah, manusia barangkali sudah punah sedari jaman dulu.
Maka tahun ini saya mengukuhkan
niat. Bahwa saya harus bisa membuat masakan enak. Dan puji semesta raya, saya
hidup di negeri yang referensi masakan enaknya sungguh melimpah. Setidaknya itu
memudahkan saya belajar.
2. Menerbitkan Buku
Taruhlah saya adalah orang yang
narsis. Tapi ayolah, itu berlaku kepada semua orang, bukan? Hanya kadarnya yang
berbeda takar, mungkin. Dan untuk mewadahi kenarsisan saya, saya hendak
menerbitkan buku tahun ini. Oke, saya paham, tulisan saya masih membutuhkan sekian
banyak tambal sulam karena begitu centang perenang. Tapi tak apa, bukan?
Mumpung (konon) masih muda, saya hendak menerbitkan buku sebanyak-banyaknya.
Kualitasnya jelek itu wajar. Namanya juga masih belajar.
Akhir tahun 2012 saya sudah
mengawali niatan memublikasikan tulisan saya dengan menulis buku. Buku pertama
yang dicetak oleh penerbitan online dengan prinsip print on demand itu berisi
tentang tulisan-tulisan soal dunia pelayanan kesehatan, utamanya di ranah
kegawatdaruratan. Ya, itu proyek eksistensial memang. Perkara eksistensi adalah
perkara pokok manusia. Problem?
3. (Mencoba) untuk Tidak Golput
Sudah dua kali saya memiliki
hak suara di Pemilu. Dan dua-duanya tidak saya gunakan dengan benar, tapi saya
gunakan dengan baik. Begini maksud saya, baik belum tentu benar, juga
sebaliknya.
Pada dua kali kesempatan itu,
saya memutuskan untuk golput, memang. Tapi hak suara saya terpakai dengan baik
karena saya memastikan bahwa kekosongan suara
saya tidak dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk kepentingan mereka
yang culas.
Saya masih mengingat hari itu,
ketika saya pertama kali datang ke TPS. Berbekal sebuah spidol yang saya bawa
dari rumah, saya memasuki bilik suara dengan perasaan yang gamang. Setelah
membuka lembaran berisi gambar dan nama orang-orang yang asing buat saya,
saya tidak mencoblosnya. Saya mengambil
spidol di saku saya lalu mencoret- coret kertas suara tadi. Lima tahun
kemudian, saya mengulangi kelakuan yang sama.
Sebutlah itu kesalahan saya
yang konyol. Tapi di tahun ini, yang diselenggarakan perhelatan Pemilu lagi,
saya akan mencoba untuk menggunakan hak pilih saya dengan baik, sekaligus
benar. Saya mencoba untuk tidak golput.
Maka saya memperbaiki
pengetahuan politik yang saya miliki. Dalam prosesnya, saya tetap kerap kali
antipati menyoal masalah Pemilu ini. Apalagi melihat nama-nama dan wajah-wajah
yang saya rasa aneh–terpampang di sepanjang jalan yang saya lewati setiap hari
dengan slogan-slogan yang basi. Ah!
4. Berlari
Saya bukan sport-freak, tapi
saya suka olahraga. Dari sekian banyak cabangnya, secara praktis saya suka
olahraga lari. Jangan debatkan soal kesukaan saya terhadap sepakbola. Itu
urusan darah-daging. Sudah menjadi kecintaan yang melekat. Walau saya tahu
bahwa sepakbola secara industri juga sarat dengan kebusukan di berbagai titik.
Tapi lari ini soal lain. Saya
ingin lebih mengkhidmati olahraga yang paling purba ini. Menyusuri jalanan
dengan langkah terayun sambil mendengarkan playlist lagu pilihan. Di posisi
teratas, entah kenapa saya memilih lagu Eyes
of The Tiger dari Survivor. Sepertinya saya terobsesi menjadi Rocky Balboa.
5. Financial Planning
Saya sepakat dengan adagium
uang bukan segalanya. Tapi saya juga sepakat bahwa uang adalah perkara yang
penting. Hidup membujang sekian lama membuat saya sangat nyaman. Saya diberi
kesempatan menikmati kebebasan dalam banyak hal. Salah satunya adalah bagaimana
saya mengatur keuangan pribadi saya. Namun ternyata kebebasan kerap membuat
saya lalai. Saya sering salah langkah dalam menggunakan uang sebagai aset berharga di masa muda.
Well, saya selalu percaya petuah usang, bahwa ini bukan menyoal besar kecilnya
pendapatan, tapi lebih cenderung ke perkara kecerdasan mengatur keuangan
pribadi.
Maka di tahun ini, saya
meniatkan untuk belajar banyak soal perencanaan keuangan. Dan saya mulai dari
pondasi perencanaan keuangan: menabung dan meningkatkan pendapatan dari kerjaan
lain. Apa yang mau direncanakan kalau duitnya tidak ada?
Saya cukupkan sampai 5 nomor
saja resolusi yang hendak saya raih. Tak usah muluk-muluk, tak usah berlebihan.
Semoga berhasil.
Kalaupun resolusi-resolusi ini
sekadar menguap menjadi entah, ya saya syukuri saja. Paling tidak, saya sudah
menanam niat baik di awal tahun.
waah pak kepsek ini penuh dengan perencanaan, MANTAP!!!! 5 jempol buat pak kepsek.
BalasHapussaya dukung 100 persen soal masak memasaknya, kelak jadi suami yang pandai masak buat sang istri,,, wkwkwkwkk
setuju pol dengan " pencapaian terbesar manusia setelah menemukan api adalah makanan enak" xixixiii slogan buat terus mencicipi semua kuliner nusantara :D