Lionel
Andres Messi seperti digelayuti kegamangan saat memimpin Argentina menghadapi
Islandia di partai pembukaan grup D, yang dihelat di Spartak Stadium, semalam.
Di pundaknya, bercokol harapan banyak orang, terutama penggemarnya—termasuk saya,
menanti Sang Mesias menampilkan mukjizat di bulan suci ini. Sedang sekitar 20
jam sebelumnya, metahuman dari Portugal, Cristiano Ronaldo, rival abadinya,
unjuk kebolehan saat mengimbangi matador-matador Spanyol. Doa seluruh
penduduk Argentina boleh jadi terkumpul, semua berharap Messi tak kalah pamor dari CR7. Alien dari
Rosario diharapkan menumpas perlawanan putra-putra Odin.
Yang
dihadapi Argentina adalah Islandia, negara yang secara peringkat FIFA berada
belasan tingkat di bawahnya. Namun Islandia tak bertekad menjadi sansak.
Catatan perjalanan Islandia menuju putaran final terbilang tidak jelek. Negara
kecil itu mampu menjadi juara grup I, mengungguli posisi Turki, Ukraina, atau
justru Kroasia, sebelum akhirnya berpartisipasi di Piala Dunia untuk pertama
kalinya sepanjang sejarah. Dengan populasi
penduduk yang hanya sekitar 334 ribu jiwa (hanya sekitar 3 kali populasi
penduduk kecamatan Ambulu, Jember), Islandia adalah kontestan Piala Dunia dengan
jumlah penduduk terendah.
Sejak
peluit penanda pertandingan dimulai, Argentina langsung mengambil inisiatif menggempur
Islandia. Lionel Messi menempati posisi favoritnya di belakang penyerang murni,
sementara Kun Aguero menjadi ujung tombak. Di sayap kiri, Angel Di Maria rajin
menyisir dan menyayat garis pertahanan sebelah kanan Islandia.
Islandia
enggan bermain api. Mereka menumpuk semua pemain di garis pertahanan. Sesekali
berharap Marcus Rojo dan Otomendi lengah sehingga serangan balik bisa
dilancarkan.
Rentetan
serangan yang bertubi-tubi ke gawang Islandia baru bisa berbuah gol di menit
19. Lewat serangan dari sisi kiri, sebuah umpan tajam menyusur tanah dari Marcus
Rojo dihentikan Kun Aguero dengan kontrol ciamik. Mendorong bola dengan
punggung kaki, mantan menantu Diego Maradona itu menembakkan bola dengan kaki
kiri. Gol tercipta. Argentina 1, Islandia 0.
Namun
Islandia tak butuh waktu lama untuk membalas. Lewat serangan balik yang berbuah
kemelut, Alfred Finnbogason menyamakan kedudukan lima menit kemudian.
Messi
sendiri bukannya tanpa upaya. Berkali-kali La Pulga mencoba merobek gawang yang
dijaga Hannes Thor Halldorsson lewat serangan-serangan dari berbagai sisi.
Namun disipilin dan kokohnya tembok pertahanan Islandia menihilkan hasil dari
usahanya. Mendung di raut Messi semakin bergelayut. Lionel Messi frustasi.
Hingga
babak pertama usai, kedudukan masih 1-1.
***
Tidak
banyak perubahan gaya dari Islandia dan Argentina di babak kedua. Argentina
terus menggempur, Islandia semakin menumpuk pasukannya hingga seperempat
lapangan. Argentina memasukkan Banega, mengganti Di Maria dengan Pavon, sampai
memasukkan Si Burung Pipit, Gonzalo Higuain, untuk menambah daya gedor.
Di menit
ke-64, Messi melepaskan umpan lambung melengkung dari luar kotak penalti.
Defender Islandia berjibaku mengamankan bola yang membuat mereka menjatuhkan
pemain Argentina di kotak terlarang. Pelanggaran tercipta. Wasit menunjuk titik
putih. Peluang besar untuk Argentina.
Top
Skor La Liga sekaligus Peraih Sepatu Emas Eropa 2018 melawan Halldorsson.
Halldorsson
mengaku, sebelum pertandingan sering mempelajari gaya tendangan penalti Lionel
Messi. “Bola seringkali mengarah ke arah kanan,” katanya.
Lionel
Messi ternyata benar-benar menendang ke arah kanan. Bola berhasil ditepis
penajaga gawang Islandia. Gol urung hadir. Mendung semakin bergelayut di
Spartak Stadium.
Messi
memiliki catatan yang buruk soal eksekusi penalti. Dari 7 tendangan penalti
yang ia ambil untuk Argentina dan Barcelona, hanya 4 yang berbuah gol.
Persentasenya sekitar 57 persen. Yang paling berbekas dalam ingatan adalah
kegagalannya menendang penalti di final Copa America melawan Chile, yang sempat
mendorongnya untuk pensiun dari timnas Argentina.
Argentina
tak mau kendur. Serangan terus digelontorkan. Penguasaan bola oleh Argentina
nyaris 80%, tertinggi di gelaran Piala Dunia. Lionel Messi seperti hendak
menebus kesalahan. Berkali-kali ia melepaskan tembakan. Terhitung, pada
pertandingan semalam, Messi melepaskan 11 tendangan ke arah gawang yang tiada
berbuah gol satupun. Gunung es Islandia benar-benar membuat Messi nampak seperti
julukannya, La Pulga (Si Kutu). Si Kutu yang mati kutu.
Laga
usai dengan skor imbang 1-1. Sebuah pencapaian besar untuk Islandia. Mereka
menahan favorit juara yang dihuni oleh salah satu pemain terbaik sepanjang
masa. Pemain yang kerap disebut berasal dari planet lain. Alien dengan
kemampuan ultraterestial, mengungguli kemampuan pemain biasa. Namun
pertandingan semalam memberi sebuah penegas: Messi bukan alien. Ia hanya
manusia biasa yang kerepotan menjebol gawang musuh. Argentina memang terlihat
sangat bergantung padanya. Messi seperti memutar otak sendirian. Kita tahu
bahwa Xavi Hernadez, Andres Iniesta, dan Sergio Busquet sampai pertandingan
semalam masih berkewarganegaraan Spanyol. Tidak ada mereka di Argentina.
“Leo
menunjukkan diri bahwa dia juga manusia. Kami mendukung dia. Dia hanya
menjalani hari yang buruk, tapi kami tahu bahwa dia bisa memberi kami
kemenangan di momen kapanpun dalam setiap laga. Saya harap dia bisa menjadi
lebih baik di pertandingan berikutnya melawan Kroasia,” bela Kun Aguero.
Menghadapi
Kroasia di laga berikutnya bukanlah perkara gampang. Beban Messi kian berat.
Namun tentu, banyak yang ingin melihatnya bangkit lagi. Ia bukan alien, memang.
Tapi ia bukan manusia sembarangan. Kita masih ingat bagaimana ia begitu heroik
mencetak trigol di laga hidup mati kualifikasi Piala Dunia. Laga yang bila
tidak dimenangi dengan gol yang cukup hanya akan membuat Argentina menjadi
penonton.
Islandia
sangat layak diapresiasi. Mereka masih menyimpan banyak kejutan lain. Jangan
lupa, di Euro 2016, timnas ini yang menghempaskan Inggris. Untuk diketahui,
timnas mereka berisi orang-orang yang tidak sepenuhnya berprofesi sebagai
pemain bola. Mereka dilatih oleh seorang dokter gigi. Dan sang man of the match, Hannes Thor
Halldorsson, kiper penepis tendangan Messi adalah seorang sutradara iklan.
Pesepakbola adalah profesi keduanya. Ia adalah kiper dari klub kecil di
Denmark, Randers FC.
***
Drama
sepakbola terus berlanjut. Semakin banyak hal yang layak dicatat.
Banyak
hal yang tidak sesuai dugaan adalah hal yang menjadikan sepakbola begitu
dicintai penggemarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar