Selasa, 06 Maret 2018

Bambang Pamungkas, Keteladanan, dan Cinta yang Keras Kepala



Bambang Pamungkas kala merayakan gol bersama timnas Indonesia. Gambar diambil dari sini

Kamis, 14 Agustus 2014.

Stadion Gelora Bung Karno riuh karena gemuruh suara suporter, terutama pendukung klub sepakbola Persija yang kala itu menjamu tamunya dari Bandung, Pelita Bandung Raya. Bendera dan spanduk berukuran besar berkibar-kibar gagah, suara tepuk tangan bercampur dengan sorak sorai, seolah hendak merobohkan dinding stadion yang megah.

Gemuruh juga riuh di dalam batin seorang pemain bernama Bambang Pamungkas. Bepe—begitu ia karib dipanggil, hari itu harus bermain di hadapan ribuan suporter Persija atau The Jakmania. Kegamangan Bepe mengalir deras karena ada sesuatu yang berbeda. Bila  musim-musim sebelumya ia bermain di stadion yang sama  dengan seragam oranye kebanggan Persija, hari itu ia menjadi rival. Bepe datang untuk menghadapi klub yang membesarkan namanya. Klub yang hidup oleh semangat suporter-suporter fanatik, yang mematri nama seorang Bambang Pamungkas sebagai seorang legenda.


Laga berlangsung dengan tempo permainan yang sedang-sedang  saja.

Di menit ke-66, Agus Indra menyodorkan umpan kepada Musafri yang berlari kencang di sisi kanan, mengiris tepi kiri pertahanan Persija. Musafri menjaga momentum yang tepat sebelum sebuah umpan lambung dilepaskan kaki kanannya. Bola melayang di udara dengan lembut menuju kotak penalti. Dua pemain bertahan Persija tidak sadar saat kaki Bepe menjejak tanah sambil setengah berlari, membuat tolakan untuk melayang di udara. Bola umpan Musafri ditanduknya dengan kencang ke gawang Andritany, kiper Persija yang kalah sigap. Bola melewati garis gawang sebelum akhirnya memantul dan menggetarkan jala.

Bepe mencetak gol ke gawang Persija, klub yang menjadikannya legenda. Klub yang sangat dia cintai. Ia memilih merobohkan diri di atas rumput untuk mengalirkan emosinya. Bepe enggan melakukan selebrasi. Rekan-rekan satu timnya datang dan menindihnya beramai-ramai sebagai ekspresi kegembiraan.

Sekitar tiga bulan sebelumnya, Bepe juga sempat menjebol gawang Persija. Bedanya, Bepe melakukannya di Stadion Jalak Harupat,  kandang Pelita Bandung Raya. Sama seperti hari itu, Bepe menolak berselebrasi. Bambang menolak merayakan gol karena cinta membuatnya tidak sampai hati melukai perasaan The Jakmania yang memujanya. Bepe bukanlah Mario Balotelli yang menganggap selebrasi usai mencetak gol adalah perkara yang berlebihan. Kata Balotelli, tugas striker memang mencetak gol, sama dengan tugas tukang pos yang mengantarkan surat. Tak ada yang perlu dirayakan dari mencetak gol, sebagaimana tukang pos tidak ada yang bersorai setelah surat usai disampaikan.

Gol tandukan Bepe ke gawang Persija mirip dengan gol Emmanuel Adebayor saat berbaju Manchester City kala melawan mantan klub yang membesarkan namanya, Arsenal. Kala itu, September 2009, Shaun Wright-Philips yang  lolos dari tackling Clichy, mengirim sebuah umpan lambung terukur  ke kotak penalti Arsenal. Adebayor melompat ke udara, beradu cepat dengan bek Arsenal, lalu menyambar bola dengan kepala sebelum bola meluncur deras dan berbuah gol. Sepersekian detik setelah jala bergetar, Adebayor seperti kesetanan. Ia berselebrasi dengan berteriak-teriak dan mengelilingi lapangan sebelum akhirnya berseluncur dengan lutut di hamparan rumput menghadap suporter Arsenal. Masih kurang, dia membentangkan kedua tangannya seolah mempersembahkan gol itu buat mereka. Sumpah serapah berhamburan dari suporter Arsenal kepada pemain asal Togo yang dulu mereka puja. Beberapa dari mereka menambahi ungkapan kekesalan mereka dengan mengacungkan jari tengah.

Usai selebrasi kontroversialnya, beberapa hari kemudian Adebayor meminta maaf kepada suporter Arsenal lewat media. Ia berdalih, emosinya tumpah usai menjebol gawang Arsenal karena teringat beberapa hal yang mengecewakannya selama berkiprah di klub asal London itu.

Namun Bambang bukan Adebayor. Ia tetap menghormati klubnya walau sempat ada konflik dengan manajemen Persija sebelum ia hengkang. Ia bahkan mengaku berbulan-bulan kehilangan pendapatan sebagai pesepakbola karena Persija sempat tidak menggajinya. Cinta memang seringkali tak punya alasan. Bambang tidak bisa menyembunyikan cintanya kepada klub yang menambatkan namanya sebagai legenda hidup, walau di saat yang sama ia menghormati profesionalisme dan tanggung jawab lain sebagai pesepakbola yang mengharuskannya bermain sebaik mungkin untuk klub lain. Ia memberi contoh bagaimana mencintai dengan keras kepala, dengan sungguh-sungguh, walau hidup kerap penuh onak, yang membuat hidup  tak melulu sesuai rencana.


***


Bepe sudah mematri cinta yang keras kepala kepada sepak bola sedari ia kecil. Ia juga memberi contoh bahwa komitmen sebaiknya dirawat dan dibuktikan. Sempat bimbang antara meraih cita-citanya menjadi guru atau pesepakbola, Bepe kemudian memantapkan haluan untuk terus meniti karir di lapangan hijau. Cita-citanya menjadi seorang guru tidak lepas dari pengaruh ibunya yang seorang pendidik di kampung halamannya. Bepe kecil dikenal memiliki catatan prestasi akademik yang moncer. Ia adalah bintang sekolah, yang bahkan menyabet Nilai Ebtanas Murni tertinggi di daerahnya.

Bepe kecil merelakan mimpinya menjadi seorang guru pupus perlahan. Ia memilih jalan terjal untuk menjadi pesebakbola.  Pilihan yang ia ambil membuatnya terpacu untuk terus membuktikan kepada ibunya, yang kerap mendesak Bepe untuk mengubur impian menjadi pesepakbola dan menggantinya dengan harapan yang dianggap lebih masuk akal saat itu: menjadi PNS.

Bepe mencintai sepak bola dengan keras kepala mengamini, bahwa cinta menagih pembuktian. Bukti cinta Bepe terhadap sepak bola berbuah hasil manis yang dirasakannya sekarang.  Mimpi Bepe menjadi bagian penting dari dunia sepak bola nasional menjadi kenyataan yang sulit ditampik. Bepe adalah legenda hidup sepakbola Indonesia dengan silang sengkarut masalah federasi dan minimnya prestasi nasional. Ia adalah pesepakbola yang ikonik karena ia punya kualitas yang terus dijaga dalam berbagai tahapan, berbagai tempat, baik di dalam atau di luar lapangan.

Kemampuan teknis Bepe memang prima, kendati tidak sangat istimewa. Namun itu cukup membawanya ke jalur juara di hati banyak orang. Ia buruk di dribbling, sangat jarang beradu sprint yang membuatnya lemah di bola-bola daerah, power yang dimilikinya juga dalam batas wajar sebagai pemain di level kompetisi nasional. Kekuatan utamanya adalah penguasaan ruang, penempatan posisi, dan kemampuan membaca arah bola, serta visi yang brilian. Ini berbuah predikatnya sebagai seorang master di bola-bola atas kendati posturnya tidak besar. Pengelolaan mentalnya kokoh, yang membuatnya bisa tetap tenang kendati dalam pertandingan besar yang menyita fokus dan mengoyak emosi.

Karena pengelolaan emosinya baik, Bepe dihormati kawan dan lawan. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan mencederai dengan sengaja kepada pemain lain.  Ia menghormati nilai-nilai sepak bola bukan sekadar upaya mengolah raga, tetapi sebagai sebuah sport, sebuah laku kompetitif yang sarat nilai. Ia tidak mau menyakiti orang-orang yang serupa dengannya: mencintai sepakbola dan menjadikan sepak bola sebagai jalan hidup.

Keteladanan Bepe juga tercermin dari keberanian dan keteguhannya untuk menampik dan menghindari hal-hal yang dianggap tidak perlu dan justru sarat risiko untuk mengurangi performanya sebagai pesepakbola profesional. Jika pesepakbola lain yang mengisi liburan kompetisi dengan bermain antar kampung (tarkam), Bambang memilih bersantai dengan keluarganya. Ia tidak pernah menerima tawaran bermain tarkam. “Gue gak mau aset yang gua miliki sebagai pesepakbola profesional, cedera gara-gara hal yang tidak perlu,” katanya suatu ketika.

Upaya menjaga aset untuk menghormati komitmen dan kecintaannya terhadap sepak bola ini pula yang membuatnya menikah muda. “Gue nikah muda karena untuk menghindari hahaha hihihi di luar, biar ada alasan untuk segera pulang ke rumah,” kata Bepe.  Bepe juga mengaku sebisa mungkin tidur cukup dan menghindari begadang agar fisiknya selalu prima.

Gambar diambil dari sini

Modal Bepe yang membedakannya dengan pesepakbola lain di Indonesia adalah modal intelegensinya. Ia adalah pemain yang tak hanya menggunakan kaki sebagai aset utama, namun juga “otak”. Bepe adalah pemain yang memiliki kecakapan berpikir yang di atas rata rata. Kemampuan komunikasinya bagus, verbal dan non verbal. Itu membuatnya layak menjadi kapten, yang harus piawai berkomunikasi bahkan tak jarang dengan bahasa asing. Itu bukan persoalan bagi Bepe. Ia sudah menunjukkan sejak belia, bahwa ia cakap dan sangat percaya diri berkomunikasi dengan bahasa asing untuk kepentingan timnya dalam laga-laga internasional.

Bepe juga sangat artikulatif mengemukakan gagasannya. Ia terbiasa berpikir dengan kerangka dan struktur yang rapi. Ia aktif bersuara tentang dunia sepakbola profesional tanah air, utamanya tentang nasib pemain melalui wadah Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) dan Yayasan Bambang Pamungkas. Artikulasi Bepe yang baik juga bisa dilihat dari buah pikirannya yang diabadikan dalam dua buku yang ditulisnya, selain rutin menulis di blog. Silakan sebutkan, berapa orang pesepakbola profesional Indonesia—baik yang aktif atau yang sudah purna—yang menulis buku?

Menariknya,  Bepe yang artikulatif, dikenal pelit bicara ke media. Sekali lagi, itu dilakukan bukan tanpa alasan. Ia tidak mau gaung yang dihasilkan media, mendistorsi upayanya menjaga profesionalisme sebagai pesepakbola. Ia bahkan menikmati tudingan bahwa ia sombong, arogan, sok, terutama kepada media. Bagi Bepe, citra dan situasi demikian justru dibangunnya agar ia terpacu untuk menyerang balik media, melalui pencapaiannya sebagai seorang pemain. Ia tidak mau sensasi media mengaburkan fokusnya menjaga sepak bola sebagai profesi yang ia cintai. Sekali lagi, Bepe terlalu keras kepala soal urusan ini.

Sifat keras kepala dan kemampuan menyampaikan gagasan dengan baik membuat Bambang sempat dimusuhi oleh petinggi federasi sepakbola Indonesia, utamanya saat kisruh beberapa tahun silam yang membuat liga terbelah, kompetisi dihentikan, PSSI dibekukan dan tim nasional yang  mati suri. Bepe bercerita, bahwa ada larangan baginya dari pejabat federasi  untuk membela timnas. Bepe menolak kompromi. Bagi Bepe, bermain untuk timnas adalah kebanggaan dan kehormatan. Sikap Bepe membuat pejabat dan petinggi federasi geram. Tapi Bepe enggan peduli. Persoalan ini lagi-lagi menjadi bukti tentang keteladanan Bepe dalam merawat sepak bola Indonesia dengan cintanya yang keras kepala. Bepe pernah berujar pada media, "Selalu saya tekankan pada diri saya, bahwa saya tidak akan pernah mengundurkan diri dari timnas. Apa pun keadaannya. Karena bagi saya, itu  adalah kehormatan. Sebuah profesi yang membuat saya berada di sini, dan membuat saya dikenal banyak orang. Itu bagian dari apresiasi besar saya pada sepakbola".


***

 
Gambar diambil dari sini
Christopher Dugarry, mantan pemain timnas Perancis yang  seangkatan dengan Zinedine Zidane, pernah mengomentari Fransesco Totti, saat Sang Pangeran Roma itu memilih pensiun. Sebelumnya, Totti melakoni laga perpisahan yang  emosional di Stadion Olimpico. Seisi stadion berbalut warna merah marun dan kuning, warna kebesaran AS Roma. Semua sepakat, Totti adalah legenda yang dicintai mereka. Mereka melepas Totti menuju masa pensiun dengan rasa haru. Totti sampai tak kuasa menahan air mata.

Namun Dugarry punya pendapat lain. Baginya, Totti belum layak dianggap sebagai seorang legenda. Alasannya, pencapaian tropi Totti terbilang minim. Di level klub, Totti hanya pernah sekali memberikan scudetto yang diraihnya saat masa emas AS Roma bersama Vincenzo Montella, Marco Delvecchio, dan Gabriel Omar Batistuta. Dugarry dan Totti sama-sama pernah meraih gelar juara dunia bersama timnas masing-masing.

Jika ukurannya adalah sekadar trofi belaka, layakkah Bambang Pamungkas atau Bepe ditasbihkan sebagai legenda sepakbola Indonesia?

Jika saya menjadi Totti, saya akan mengejek Dugarry bahwa legenda tidak akan menangis kecuali karena cinta yang tulus terhadap suporter dan sepakbola. Untuk diketahui, Dugarry pernah pura-pura menangis agar ada alasan untuk hengkang dari Barcelona semasa diasuh Luis Van Gaal, saat dia bermain untuk klub dari Catalan itu. Dugarry tidak tahan dengan tekanan dan pola kepelatihan Van Gaal yang menempatkannya sebagai gelandang bertahan.

Menjadi legenda memang bukan perihal yang disematkan oleh diri sendiri. Ia hadir sebagai narasi agung yang lahir karena telah memenangkan bukan sekadar trofi, tetapi hati banyak orang. Bepe layak untuk sematan ini dengan segala hal yang menjadikannya jauh dari sempurna.


Bepe sadar betul, bahwa segala sensasi, rumor, dan kontroversi seorang pemain sepak bola akan tidak akan lebih dijaga di hati suporter, bila pemain tersebut melaksanakan tugasnya sebaik mungkin dan terus berupaya meningkatkan kualitas diri sebagai bukti konkrit menjaga profesionalisme. Suporter akan lebih mencintai pemain, bila pemain tersebut mencintai profesionalismenya sebagai pesepakbola. 

Profesional berarti menyadari, bahwa ada tanggung jawab yang harus ia tuntaskan. Tanggung jawab yang menyadari ada hak-hak penonton dan supporter yang harus ia penuhi, dengan penampilan maksimal di lapangan. Tentu saja itu bukan perkara gampang. Diperlukan cinta yang keras kepala yang harus terus dipelihara. Dalam perkara ini, Bepe sudah meletakkan dirinya sebagai teladan yang baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar