Saya sering mengucap syukur karena betapa saya
beruntung hidup di sebuah jaman yang merupakan jaman keemasan seorang Lionel
Messi. Mungkin terdapat ribuan—atau lebih tepatnya jutaan—manusia lain di muka
bumi yang menyepakati rasa syukur yang saya ucap. Itu semua karena Lionel Messi
adalah keajaiban. Empat kali disematkan sebagai pesepakbola terbaik sejagad, mencetak
hampir 500 gol dan menyumbang 182 assist
dari 583 pertandingan (sampai tulisan ini dibuat), beragam catatan pecahan rekor, atau permainan yang terlalu sering mengundang
decak kagum—bercampur dengan umpatan—karena nyaris tidak percaya dengan apa
yang ia lakukan dalam sebuah pertandingan adalah beberapa hal yang membuat
Messi sebagai padanan keajaiban sepakbola modern.
Silakan tuduh saya berlebihan, namun kenyataannya memang
demikian. Messi terlalu sarat dengan kelebihan sebagai pesepakbola. Ada baiknya
kita menyimak ungkapan beberapa pesohor dalam dunia sepakbola yang tidak kalah lebay dalam mengomentari Messi. Misalnya
Arda Turan (pemain Atletico Madrid), yang ketika ditanya siapa pemain terbaik di
dunia malah justru menjawab, “Tentu saja pemain terbaik dunia adalah
(Cristiano) Ronaldo. Sebab Messi adalah makhluk dari planet lain”. Hampir mirip dengan Arda Turan, penjaga
gawang legendaris Juventus, Gianluigi Buffon, dalam sebuah kesempatan pernah
iseng menyentuh pipi Lionel Messi. Kata Buffon, “Saya hanya ingin memastikan
dia adalah manusia sebagaimana kita semua”.
Legenda Barcelona, Hristo Stoickhov, bahkan pernah berseloroh bahwa
satu-satunya cara menghentikan Messi ketika beraksi di lapangan adalah menggunakan senapan mesin. Messi adalah
Messiah (Juru Selamat) dengan daya magis yang memukau. Tak ayal rekan seklub
dan senegaranya, Javier Mascherano, pun memujinya, “Sepakbola telah mengontrol kita
semua, tapi Messi adalah yang mengontrol sepakbola”.
Karena sekian hal itulah, buat saya membicarakan Messi
kadang sama halnya membicarakan pemain yang sudah “selesai”. Ia sudah tidak
butuh lagi pembuktian apapun untuk mentahbiskan dia sebagai yang terbaik. Di
jaman ini, atau mungkin di sepanjang sejarah sepakbola itu sendiri. Bahkan
mengingat “dosa”nya yang belum pernah mengantar Argentina memenangkan Piala
Dunia pun, ia masih termaafkan mengingat apa yang ia lakukan sepanjang kariernya
sebagai pesepakbola. Selalu memerlihatkan visi yang tajam, keahlian mengolah
bola yang susah ditandingi, kecepatan yang kerap tak terkejar, kecerdasan di
atas rata-rata, kemampuan bermain secara tim, mental bermain yang kokoh, serta
komitmen yang tinggi sebagai pesepakbola profesional.
Tentang hal yang terakhir ini saya teringat cerita bahwa
Messi kadang lebih memilih segera kembali ke kamp latihan alih-alih
menghabiskan seluruh jatah berliburnya. Ia juga lebih memilih tidur untuk
melakukan recharging terhadap
tubuhnya daripada melakukan hal lain. Ingat penampilan Messi yang tidak begitu
bagus di tahun lalu karena rentetan hantaman cedera yang dideranya? Messi
membalas dendam di tahun 2015 dengan menjalani program diet yang teramat ketat
demi percepatan perbaikan penampilan. Hasilnya bisa di lihat sendiri, dia
adalah pemain teramat vital yang mengantarkan Barcelona merengkuh treble winner tahun ini.
Melihat Messi bermain bola, saya teringat sebuah tagline yang dikeluarkan oleh salah satu
apparel, yakni “Play the Messi’s Way”. Sebuah tagline
yang mengapresiasi bagaimana ia bermain: berani, pantang menyerah dan tidak
manja. Messi bukanlah pemain yang nyalinya menciut ketika kakinya terus
menerus diincar dengan buas oleh lawan-lawannya. Alih-alih membalas, ia terus
berlari, memainkan bola, mencetak gol, dan menang. Ia tidak akan buang-buang
waktu untuk melakukan diving atau protes keras kepada wasit. Ia lebih memilih
diam, fokus pada pertandingan dan membalas lawan-lawannya dengan melewati
mereka sambil meliuk-liuk dengan indah. Seperti singa, dia tidak terlalu banyak
mengaum. Ia lebih memusatkan perhatian pada lawan-lawannya, lalu memangsa
mereka dengan mencetak gol atau membuat assist. “Tidak ada yang berubah dari
cara saya bermain. Dari waktu saya kecil dan bermain bola di Rosario
(Argentina), begitulah gaya saya bermain,” katanya.
Pep Guardiola, adalah pawang yang mengerti betul bagaimana
menjinakkan “singa” bernama Lionel Messi. “Pahamilah ketika dia diam, ciptakan suasana
kebersamaan di sekitarnya, berikanlah
dia bola, dan jangan sekali-kali menggantinya,” kata Pep. Pep tahu betul bahwa
Messi adalah pemain yang teramat istimewa. Karenanya, Pep juga pernah berkata, “Tak
usah menulis tentang dia. Tak usah mendeskripsikan dia. Cukup lihatlah dia
bermain”.
Tapi tentu saja, Lionel Messi adalah singa yang tidak lekas
puas dengan pencapaiannya, seistimewa apapun dirinya. Setidaknya, ia ingin
berbuat lebih banyak di timnas Argentina. Di timnas, Messi seakan benar-benar
menjadi alien yang terlalu sulit
dipahami oleh orang lain di sekitarnya. Ia seperti air yang salah wadah.
Pelatih timnas Argentina sebagai pawang tidak bisa
membuatnya seperti di Barcelona. Para
pawang di timnas Argentina seakan lupa bahwa cara menjinakkan—sekaligus memaksimalkan—Messi
adalah dengan menciptakan permainan tim di sekitarnya. Di Barcelona, sebelum
dia memporakporandakan barisan pertahanan lawan dan mencetak gol, ia dan
rekan-rekannya saling melakukan puluhan passing.
Di timnas Argentina kondisinya seakan lain, karena bola (dan harapan) terlalu banyak diserahkan kepada Messi.
Tapi sekali lagi, buat saya, Messi adalah pemain yang sudah “selesai”.
Ia tidak butuh lagi pembuktian apapun bahwa ia adalah yang terbaik. Sejak saya
dibaptis untuk mencintai permainan sepakbola, saya belum pernah melihat pemain
yang sehebat dia. Messi mampu membuat “orgasme” mereka yang menonton
permainannya. Sampai sekarang saya punya kebiasaan unik. Ketika penat, saya
sering menonton ulang video-video yang merekam kehebatan Messi di lapangan
hijau. Rasanya menenangkan dan saya seperti tidak pernah bosan. Sepakbola
kadang bisa menjadi obat. Dan Lionel Messi adalah dokter yang hebat.
Dan kita sebagai sesama penikmat "orgasme" dari apa yg sdh sang messiah lakukan diatas lapangan hijau dg segala pujian,prestasi,dan kontroversinya,,mempunyai besar harapan agar sang juru selamat mampu menebus "dosa" utk menyebarkan harum semerbak trofi sakral 4 tahunan agar kelak nama sang juru selamat akan terkenang sbg patriot lapangan hijau spt seniornya,sang tangan tuhan
BalasHapus