Di
suatu senja yang redup, ketika kita menyeduh teh di depan pelataran rumah kita
yang kecil, aku mengajakmu untuk sekadar bertanya. Kemudian kita berimajinasi, memancang
kemungkinan-kemungkinan yang entah sebenarnya terjadi atau tidak. Sebab terlalu banyak kemungkinan di dunia. Dan
ketahuilah, tidak ada yang bisa menghakimi imajinasi.
Aku mengajakmu bertanya sekaligus berkhayal sambil menyaksikan ikan nila
berkecipak di kolam yang dindingnya berlumut. Sambil menyaksikan tarian
dedaunan kering yang tersapu angin sore yang hangat. Sambil menyaksikan
burung-burung jantan berterbangan di langit oranye—merindukan betinanya
masing-masing.
Kemudian kita bertanya tentang beberapa hal. Misalnya, bagaimana jika dunia ternyata sebenarnya
sungguh-sungguh dikuasai oleh persekutuan rahasia yang terus saling menjaga
diri, menyusun rencana-rencana besar agar dunia tetap dalam kendali?
Atau bagaimana
jika sebenarnya WTC runtuh tidak karena ditabrak oleh anggota jaringan organisasi radikal tertentu, melainkan roboh karena setting yang matang, dengan meledakkan
beberapa titik tertentu dan pesawat yang ditabrakkan oleh orang-orang tertentu
pula?
Lalu
bagaimana jika sebenarnya Osama Bin Laden masih hidup? Bagaimana jika misalnya
ia adalah mitos yang diciptakan untuk alasan-alasan yang bisa dijadikan
pembenaran? Bagaimana jika operasi rahasia oleh pasukan elit Navy SEAL itu
hanya karangan saja, sedang Bin Laden sekarang masih rutin mengunjungi Stadion
Emirates untuk menyaksikan klub sepakbola Arsenal yang sering keok dan
mengumpat Arsene Wenger yang sering murung?
Lantas
bagaimana jika sebenarnya kita dijerumuskan perlahan-perlahan pada rutinitas
hidup yang keji oleh sistem yang didesain atau terdesain begitu rapi, sengaja
atau tidak, yang membuat kita kehilangan tenaga untuk mengkritisi banyak hal di
sekitar kita sebab yang menjadi prioritas utama adalah kebutuhan pokok yang
terancam tidak dapat terpenuhi?
Bagaimana
jika manusia ternyata benar-benar bisa menghuni Planet Mars? Kita akan ke sana
atau tetap di sini bersama ikan-ikan kita?
Bagaimana
jika Lionel Messi benar-benar alien sehingga kau tidak perlu kesal setiap kali
aku berteriak hal yang sama setiap dia meliuk-meliuk sebelum mencetak gol?
Bagaimana
jika Neil Armstrong tidak benar-benar pergi ke bulan tapi hanya mengambil
gambar di Gurun Sahara?
Bagaimana
jika ISIS ternyata adalah boneka yang dikendalikan tangan-tangan tak kasat mata
untuk memecah belah banyak golongan agar niat menguasai ladang minyak jadi
kenyataan?
Bagaimana
jika sebenarnya Batman adalah anak hasil hubungan gelap Joker?
Bagaimana
jika kita bisa melakukan super fusion seperti Trunks dan Goten di komik Dragon
Ballz karangan Akira Toriyama?
Bagaimana
jika koruptor yang tertangkap sebaiknya dihukum menulis sepuluh buku dalam
setahun dari dalam penjara, bukankah itu menyiksa?
Bagaimana
jika reinkarnasi itu benar-benar ada? Masihkah kamu berkenan untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang kita lakukan?
Bagaimana
jika di hari tua kelak aku akan menjadi pikun?
Bagaimana
jika ini hari terakhir kita bertemu?
Bagaimana
jika aku tidak pernah bisa berhenti mencintaimu? Hah?
Bagaimana jika Chairil Anwar keliru? Kata dia, hidup perihal
menunda kekalahan. Tapi rasanya, hidup lebih tepat tentang perihal menunda jawaban
dari sekian banyak pertanyaan yang entah sampai kapan kita menemukan
sebenar-benar jawaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar