Gambar diambil dari sini |
Menatap
Indonesia di tahun 2014 adalah menatap bagaimana teknologi komunikasi memberikan
peran yang sangat penting dalam menentukan nasib suatu bangsa. Di tahun inilah,
rangkaian proses pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden berlangsung
dengan dimeriahkan oleh pemanfaatan kekuatan kasat mata teknologi komunikasi.
Kekuatan ajaib inilah yang kemudian memberi corak sekaligus pengaruh tersendiri
bagi warga negara dalam menggunakan hak pilihnya secara langsung, untuk
menghasilkan pemimpin terpilih yang kelak menentukan kondisi bangsa.
Salah
satu bagian dari teknologi komunikasi
yang dimaksud adalah social media atau
media sosial. Social media adalah
media daring (terhubung internet) yang mendukung interaksi sosial, menggunakan
teknologi berbasis web dan mempunyai pola komunikasi yang bersifat interaktif.
Pakar
komunikasi media, Andreas Kaplan dan Michael Haenlein, membuat definisi lain tentang
media sosial. Menurut mereka media
sosial adalah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar
ideologi dan teknologi Web 2.0, yang
memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated
content.
Media
sosial ini juga terdiri dari beberapa jenis. Antara lain adalah web log atau kerap disebut blog serta jejaring sosial macam
Facebook dan aplikasi mikroblogging
Twitter. Jejaring sosial adalah ragam media sosial yang paling
digemari oleh pengguna internet alias netizen
di Indonesia.
Tentang
keaktifan di media sosial, netizen di
Indonesia masuk jajaran atas. Silakan cermati datanya. Misalnya dari data yang
dilansir dari sumber statistika Peer Reach. Untuk aplikasi Twitter, Indonesia
adalah negara terbesar ketiga di dunia yang menggunakan aplikasi untuk bercuit
ini. Angkanya menyentuh 6,5 % dari populasi tweeps
(sebutan pengguna Twitter) di seluruh dunia. Hanya di bawah Amerika Serikat
(24,3%) dan Jepang (9,3%), mengungguli negara lain macam Inggris dan Brazil
yang masing-masing menduduki peringkat keempat dan kelima. Data lain
menyebutkan bahwa setiap hari, hampir 3% tweet
di seluruh dunia berasal dari Indonesia. Itu bermakna bahwa setiap tweet dikirim setiap 15 detik.
Keaktifan
netizen Indonesia di lanskap sosial
media juga selaras dengan data yang dilansir dari survei data global Web Index.
Survei itu menjelaskan bahwa Indonesia
adalah negara yang paling aktif di Asia dalam menyoal penggunaan media sosial.
Duduk di peringkat pertama dengan persentase 79,7%, Indonesia mengungguli Filipina
di peringkat kedua (78%) yang disusul Malaysia dengan raihan 72%.
Masih
ada lagi data dari Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) yang
mengatakan bahwa dari 63 juta orang pengguna internet di Indonesia, 95% persen
di antaranya menggunakan internet untuk media sosial.
Riuhnya
media sosial tak lain karena sifatnya yang mudah untuk diakses oleh
penggunanya, bahkan hanya lewat telepon genggam atau handphone. Seiring dengan kemajuan teknologi, kecanggian handphone juga terus berkembang. Pasar handphone pintar atau smartphone kian ramai. Dan bukan
rahasia lagi, Indonesia dengan kelas menengahnya yang dominan adalah mangsa
empuk bagi produsen smartphone. Dari
pengguna smartphone inilah, Indonesia
lantas duduk di peringkat yang tinggi dalam pemanfaatan berbagai media sosial.
Selain
mudah diakses dan lebih cepat dalam penyampaian informasi, media sosial untuk
memungkinkan untuk kelangsungan komunikasi beragam arah. Sifat media sosial
inilah yang paling disukai. Informasi begitu cepat terunggah sekaligus
terespon. Media sosial dianggap sangkil dan mangkus dalam penyebaran informasi
secara cepat.
Tapi
di balik sisi positif media sosial sebagai anak kandung teknologi komunikasi,
ternyata juga tersimpan sisi negatifnya. Karena begitu cepat terunggah dan
terespon, masyarakat akan mudah tersesat dalam belantara informasi. Kecepatan informasi
yang terunggah tidak selalu berbanding lurus dengan keakuratannya, sebab kerap
menihilkan laku verifikasi.
Palagan Dunia Maya
Dua
sisi media sosial ini disadari betul oleh praktisi politik di tanah air. Media
sosial dijadikan sebagai sarana kampanye oleh masing-masing kandidat (baik
calon anggota legislatif maupun calon presiden) beserta tim suksesnya.
Positifnya,
masyarakat menjadi paham tentang siapa calon yang akan dia pilih. Pemaparan
program dan penjabaran visi-misi serta profil calon anggota legislatif dan
calon presiden bisa dilakukan lewat media sosial yang notabene sangat dekat
dengan laku masyarakat sehari-hari.
Negatifnya,
tentu saja masyarakat tersesat dalam pekatnya
belantara informasi dari media sosial. Benar dan salah menjadi perkara
yang terlampau bias. Kampanye hitam berisi informasi yang menjelekkan kandidat
lain menjadi persoalan yang terlampau biasa dilakukan.
Maka
media sosial menjadi sebuah palagan di dunia maya. Medan perang untuk berebut
pengaruh.Ketika beragam informasi yang berisi kebohongan digencarkan, maka
serangan informasi yang dibangun dari keakuratan dan verifikasi yang terukur
memberi balasan. Begitu seterusnya. Bergantian. Pesta demokrasi menjadi sebuah
gelaran perang pengaruh dalam medan teknologi komunikasi bernama media sosial. Dari
hanya sekadar pertarungan praktisi politik, palagan ini kemudian diramaikan
oleh banyak orang yang peduli bahwa Indonesia harus menjadi lebih baik. Salah
satunya dengan turut serta dalam keriuhan pesta demokrasi ini dengan
memanfaatkan media sosial.
Dari
medan perang inilah lahir orang-orang yang tulus berjuang demi Indonesia.
Beberapa mungkin mencibir, bahwa sinyalir partisipasi yang tak benar-benar
tulus—dalam artian berbayar, tak bisa ditampik. Namun banyak dari mereka yang
menunjukkan partisipasinya dalam pengaruh ini adalah orang-orang yang
benar-benar mencintai Indonesia lewat caranya sendiri.
Dalam
perang di dunia maya, tak berlebihan bahwa mereka diberi gelar “Patriot
Mayantara”. Pahlawan yang mencintai negerinya lewat peperangan di dunia maya.
Senjatanya tentu saja niatan baik dan informasi yang benar serta terukur demi
terpilihnya pemimpin yang lebih baik untuk Indonesia.
Metode
yang dipilih sebagai alat perjuangan juga bervariasi. Sebagian besar
memanfaatkan kicauan pendek dengan jatah 140 karakter di Twitter. Sebagian lagi
membuat posting di laman Facebook.
Beberapa membuat video dengan durasi singkat tentang keberpihakan
kelompok-kelompok tertentu terhadap salah satu kandidat. Yang lain membuat
infografis tentang masing-masing kandidat. Ada juga yang sampai membuat komik
dan produk grafis lain yang bisa diunduh secara gratis. Media sosial juga
menjadi pijakan untuk membuat medium berkumpul yang lebih besar. Misalnya, dari
media sosial pula mereka mengumumkan gelaran konser musik gratis besar-besaran
yang bertujuan untuk menunjukkan dukungan terhadap salah satu kandidat.
Ramainya
kontribusi netizen dalam pemilu tahun
2014 bukan hanya ketika pemilu belum berlangsung atau di masa kampanye, namun
juga ketika pemilu sudah usai. Kali ini polanya sedikit berbeda. Ketika masa
kampanye, internet digunakan sebagai media agar pengaruh bisa tertanam dan
mengarahkan keberpihakan kepada kandidat yang hendak dipilih. Ketika pemilu
usai, internet digunakan sebagai media untuk memonitor suara rakyat yang sudah
diberikan, agar tidak diselewengkan oleh pihak-pihak tertentu. Sama halnya
dengan masa kampanye, di masa-masa pasca pemilu ini muncul pahlawan-pahlawan
yang berjuang dengan jauh dari tempik sorai. Mereka tulus berbuat demi
Indonesia yang lebih baik. Secara sukarela, menjadi pengawal suara di dunia
maya.
Ainun Najib, sosok penggagas situs kawalpemilu.org. Gambar diambil dari sini. |
Salah
satu dari mereka adalah sosok sederhana bernama Ainun Najib. Bersama dua
sejawatnya di luar negeri, dia merakit situs hitung suara untuk menjaga suara
rakyat tidak diselewengkan. Alumnus jurusan rekayasa komputer di Nanyang
Technological University ini merasa terpanggil untuk berkontribusi ketika
melihat situasi politik di Indonesia memanas usai pemilihan presiden pada 9
Juli 2014 lalu. Ainun, yang sehari-hari bekerja sebagai konsultan IT di
perusahaan teknologi multinasional dan berdomisili di Singapura, membuat situs kawalpemilu.org. Situs rakitannya ini
menayangkan real count rekapitulasi
surat suara berdasarkan tabulasi data formulir C1 KPU.
Tingkat
keamanannya juga kokoh nian. Pengamanannya berlapis-lapis. Server internalnya
di-hosting ke Google dan Amazon,
server eksternalnya dilapisi dengan teknologi CloudFlare. Dengan pengamanan
yang demikian, cara hacking atau
peretasan standar tidak akan mempan terhadap situs tersebut.
Cara
koordinasi Ainun dan sejawatnya juga benar-benar unik. Mereka tidak pernah
melakukan rapat secara fisik. Semuanya dilakukan di mayantara. Dari situs itu,
mereka merekrut relawan dari beragam latar belakang dengan metode yang bersifat
eksponensial. Teman mengajak teman. Kendati demikian, kredibilitasnya juga
tetap terpantau. Ainun juga tidak memersoalkan apabila relawan yang bergabung
adalah simpatisan salah satu kandidat. Tak jadi soal, asal tidak mengacaukan
data. Selama bekerja untuk kawalpemilu.org,
Ainun mendapatkan 700 relawan yang membantunya. Hampir separuhnya di Singapura,
sedang sisanya tersebar di seluruh dunia.
Pada Mulanya adalah Kepedulian
dan Sikap Optimistis
Ainun
dan relawan-relawan lain adalah contoh, bahwa berbuat sesuatu untuk negara bisa
dilakukan oleh siapapun dan dalam level apapun. Dari gelaran pemilu 2014
kemarin, mereka memberi contoh, bahwa yang menjadi modal penting adalah
kepedulian dan sikap optimistis.
Modal
yang membuat kita melihat dari sudut pandang baru. Bahwa bagaimanapun, politik
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hidup sehari-hari. Kebijakan politik
bagaimanapun akan bersinggungan dengan kepentingan kita yang paling kecil sekalipun.
Sehingga menunjukkan sikap tidak peduli bermakna sama dengan tidak peduli
dengan kehidupan kita sendiri.
Ketika
pemilu sudah usai, bukan berarti ruang untuk kita berkontribusi sudah tertutup.
Banyak hal di luar sana menunggu partisipasi kita. Pelayanan publik yang kacau,
kebijakan politik yang sewenang-wenang, atau hal-hal lain yang membutuhkan
gerakan nyata yang artikulasinya bisa dimulai dengan memanfaatkan teknologi
informasi, terutama internet.
Di
jaman ini, patriotisme tidak lagi seperti apa yang dibilang oleh Goenawan
Mohamad: api lilin di dalam tong; terang,
tapi terkurung. Patriotisme sudah bisa ditembus sekatnya dan dirasakan
nyala pijarnya oleh siapapun. Internet dan teknologi komunikasi yang
memudahkannya.
Hal-hal
yang buruk selalu terjadi, sebab dunia terus bergerak dengan segala
kemungkinan. Namun sikap pesmis sebaiknya kita pendam. Yang penting pada
mulanya adalah kepedulian dan sikap optimistis. Selanjutnya, biarkan teknologi komunikasi
yang berbuat keajaiban.
Mereka,
patriot-patriot mayantara, sudah memberi contoh.
================================================================
*Tulisan ini dibuat untuk
mengikuti kompetisi XL Award kategori karya tulis. Tema yang dipilih adalah “Peran
Teknologi Komunikasi dalam Menumbuhkan Kepedulian Masyarakat dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar