Sabtu, 19 Oktober 2013

Anak-anak Daerah di Tubuh Garuda


gambar  diambil dari sini


Sastrawan besar Herman Hesse, lewat Siddharta, bukunya yang terkenal itu pernah berujar, “Jangan menyerah, percayalah selalu pada kekuatanmu dan jangan kau perlemah kekuatanmu dengan segala keresahan.” Seperti mendaras ayat yang dinukil dari buku itu, akhir pekan lalu (12/10), saya menyaksikan tim nasional Indonesia U-19 bermain dengan begitu trengginas kala menghadapi Korea Selatan pada babak penyisihan  AFC Cup di Gelora Bung Karno.

Bukan hanya sekadar bermain dengan semangat pantang menyerah yang kokoh dan militan, anak asuh coach Indra Syafri itu meyuguhkan permainan sepakbola yang cantik dan enak ditonton. Matang dalam skema,  cerdik dalam taktik, atraktif dalam skill individu. Saya seperti bukan menyaksikan permainan tim nasional sepakbola Indonesia.

Sebenarnya bukan hanya saat pertandingan melawan Korea Selatan yang dramatis malam itu saya terkesima. Hati saya tertambat pada permainan tim Garuda Muda ini semenjak kepak mereka begitu gagah nian melibas lawan-lawannya pada perhelatan AFF Cup kala September silam. Permainan menarik timnas U-19 asuhan Indra Syafri tergolong mengejutkan, apalagi dibandingkan dengan timnas senior.  Mereka tampil menarik, menghibur, dan menang.

 Permainan berani dengan tempo cepat lewat  operan pendek dari kaki ke kaki menjadi ciri khas mereka. Tak hanya itu, semangat anak-anak muda ini juga mengundang decak kagum. Mereka bermain dengan berani, menghadapi juara bertahan sekaligus juara AFC Cup sebanyak 12 kali sekalipun. Sepakbola  juga perkara nyali menjemput keberuntungan. Menyoal ini saya teringat ucapan Michel Platini, legenda timnas Prancis, “Football is more about making the right pass at the right time”.  Sepakbola bukan hanya sekadar soal urusan teknis. Tapi juga semangat bertanding yang gigih. Timnas U-19 memberi contoh soal itu.

Pentingnya Potensi Daerah

Wajah lain tim Garuda Muda yang gagah nian ini dibentuk oleh anak-anak daerah. Indra Syafri seperti memberi bukti, bahwa setiap anak Indonesia memiliki  hak yang sama untuk mengenakan kostum merah putih dengan emblem garuda  di dada kiri. Tim nasional bukanlah monopoli anak kota.

Indra Syafri membesarkan tim Garuda Muda ini dengan mengawalinya lewat laku blusukan ke daerah-daerah di pelosok Nusantara. Dari Bireun hingga Ternate. Dari lereng Gunung Lawu hingga lapangan kecil di Jember. Kerja ini adalah lanjutan dari pemetaan daerah-daerah yang dianggap menyimpan potensi pemain yang bagus.  Sejak 2012, Indra menyambangi tim-tim lokal seantero Nusantara untuk melakoni pertandingan uji coba dengan tim nasional U-16  yang ia asuh sebelumnya. Sembari mengukur kekuatan tim, Indra Syafri sekaligus mengendus potensi-potensi pemain muda berbakat dari daerah yang ia singgahi, untuk ia ajak bergabung dengan tim nasional U-19 yang diasuhnya kini.

Upaya dan pertaruhan Indra membuahkan hasil.  Ia berhasil mengumpulkan anak-anak ajaib dari seantero negeri untuk mngepakkan sayap tim Garuda Muda dalam mengalahkan lawan-lawannya. Terakhir, tentu saja ketika tim nasional U-19 itu begitu heroik mengalahkan Taeguk Warriors, Korea Selatan dengan skor 3-2.

Apa yang dilakukan oleh Indra Syafri seakan memberi amsal bagi siapapun yang menaruh perhatian terhadap tim  nasional Indonesia. Bahwa daerah  menyimpan potensi berharga yang bisa memberikan andil penting untuk kemajuan tim nasional Indonesia.  Faktanya, timnas U-19 yang dilatih mantan pemain PSP Padang 1985-1993 ini memang menunjukkan keragaman daerah di Indonesia.  Daerah yang paling pelosok sekalipun. Indra Syafri sendiri mungkin sudah mempertimbangkan beberapa aspek mengapa anak-anak daerah mengisi porsi lebih dalam komposisi pemain di tim nasional Indonesia.  Aspek-aspek ini yang pentingnya potensi anak-anak daerah.

Pertama, tentu saja bahwa semangat anak-anak daerah cenderung lebih besar dalam memperkuat tim nasional. Tanpa bermaksud menggeneralisir, ini terkait dengan bagaimana memanfaatkan kesempatan langka membela tim nasional yang sebelumnya hanya menjadi impian kosong mereka. Maka ketika kesempatan mahal itu datang untuk anak-anak yang sebelumnya hanya dikenal dalam level antar kampung (tarkam) dan kompetisi kasta rendah, maka mereka benar-benar memanfaatkan sebaik mungkin dengan penuh kebanggaan.

Kedua, menyoal stamina pemain. Tidak bisa dipungkiri, perkara stamina adalah perkara yang selama ini menjadi kendala bagi tim nasional pada level usia apapun. Kendala ini yang kerap menjadi faktor penyulit pemain untuk menerjemahkan instruksi pelatih, utamanya  di paruh kedua pertandingan. Instruksi pelatih kerap salah terjemah karena pemain disibukkan oleh stamina mereka sendiri yang kedodoran.  Tapi anak-anak daerah, cenderung memiliki stamina yang bagus karena tempaan alam. Ini bukan tanpa bukti. Dari hasil tes fisik, nilai VO2max pemain yang berasal dari  daerah lebih tinggi dibandingkan dengan capaian VO2max  pemain dari kota. Rata-rata di atas 53. Sedangkan standar Asia hanya 53.

Ketiga, faktor terakhir sekaligus terpenting, anak-anak daerah cenderung memainkan sepakbola dengan passion yang tinggi. Mimpi menjadi pemain tim nasional yang menghuni angan mereka, tidak lantas membuat mereka bermain sepakbola dengan tendensi yang culas. Buat mereka, bermain sepakbola adalah kegembiraan. Dan diberi kepercayaan membela tim nasional adalah kebanggaan. Uang, ketenaran, kenyamanan, adalah faktor pengikut. Kendati tak bisa dipungkiri, uang adalah bahasa utama di dunia sepakbola profesional.


Yang jelas, anak-anak daerah di tim nasional U-19 asuhan Indra Syafri seakan mengingatkan kita bagaimana  sepakbola yang dimainkan dengan kebanggaan dan perasaan mencintai permainan sepakbola itu sendiri.  Cinta yang aneh dan sukar diurai penjelasannya. Sebagaimana yang diujar oleh Nick Hornby, dalam karya legendarisnya Fever Pitch (1992): “Sepakbola seperti kita mencintai wanita; muncul dengan tiba-tiba, sulit dijelaskan, tidak kritis, dan tidak mau berpikir dengan sakitnya.”

*post-scriptum: Tulisan ini gagal muat di salah satu harian olahraga nasional. Saya taruh di blog saja. Sempat terpikir ide untuk mengumpulkan semua tulisan gagal muat di blog ini. 

2 komentar:

  1. mungkin timnas memang harus diperkuat oleh anak anak pelosok negeri, karena motivasi mereka udah berbeda dibanding anak anak yang berasal dr kota besar. mereka memiliki semangat, motivasi dan "kekuatan" yang lebih dibanding anak yg tumbuh di kota besar. *opini saya"

    BalasHapus