Selasa, 04 September 2012

Semesta Kecil, Paman Tyo, dan Upaya Memelihara Kewarasan

Saya kira, semakin lama kita hidup di zaman di mana kemungkinan orang menjadi gila semakin besar. Saya memang belum menengok signifikansi statistik pertambahan penghuni rumah sakit jiwa dibandingkan tuntutan hidup yang kian beragam dan variannya tak pernah bertambah sedikit. Toh, data tidak selalu relevan. Banyak orang yang kurang waras secara diam-diam. Saya atau sampeyan, bisa jadi satu di antara sekian banyak yang lain. 


Penyebabnya barangkali klise. Yaitu kemauan dan kebutuhan kita semakin tidak jelas batasnya. Alur hidup di zaman ini memaksa kita mengkonsumsi banyak hal yang samar antara remeh dan penting. Kita semacam saling diadu pada track panjang yang tidak berujung dengan saling sikat dan saling sikut. 


Salah satu tolok ukur bahwa ketidakwarasan semakin menggejala yang paling bisa dilihat secara mudah, adalah semakin banyaknya motivator. Dengan semakin banyak orang yang mengaku ahli menyuntikkan motivasi, berarti memang "pasar" meminta banyak. Orang-orang yang penuh asa semakin menyusut. Yang ada orang-orang yang mengaku hilang arah, limbung, labil dan ogah-ogahan, sehingga perlu diajari lagi caranya menanam semangat. Jangan lupa, para motivator ini harus dibayar. Sangat mahal.


Tolok ukur lainnya adalah semakin banyaknya orang-orang yang mengklaim dirinya pemuka agama. Agama memang sangat seksi untuk dijadikan wahana eskapis dari mereka yang sudah kelewat jengah dengan ritmik hidup yang dirasa menyiksa. Ketika dunia sudah tidak mampu mereka "taklukkan", proyeksi mereka bergeser ke ranah lain yang tidak pernah kita kunjungi sebelumnya. Ada yang menyebutnya akhirat, afterlife, atau apalah itu.  Orang-orang yang mengaku dirinya pemuka agama semacam ini, terkadang mirip motivator. Tak jauh beda. Cuma yang ini lebih sering bawa nama tuhannya. Tapi tetap kok, mereka dibayar. Tidak kalah mahal. 


Sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang terjadi yang bisa dijadikan cerminan menggilanya kehidupan belakangan. Tapi tak usah diurai semua, nanti kita bisa menjadi semakin kurang waras. Lebih baik kita membahas hal-hal kecil yang barangkali kerap terlihat tidak penting, padahal efeknya manjur untuk memelihara kewarasan kita.

Antyo Rentjoko alias Paman Tyo. Gambar diambil dari sini

Sebagaimana yang dilakukan paman satu ini, Antyo Rentjoko namanya. Blogger senior, sangat senior bahkan. Blogger panutan saya ini mempunyai kebiasaan unik yang dilakukannya untuk memelihara kewarasan. Ia memotret banyak hal. Bahkan memotret hal-hal yang terkesan tidak penting. Ia gemar berjalan-jalan, naik sepeda kayuh, sambil membawa kamera saku. Atau jika ia tidak membawa kamera saku, ia cukup memaksimalkan potensi kamera ponselnya. Yang menjadi objek fotonya seringkali objek-objek yang kerap diabaikan dari perhatian. Ia memotret etalase, korek api, asbak, daun gugur, jam dinding, lampu kamar, kartu nama, atau apapun. Dengan penuh kesungguhan ia memotret. Mencari angle paling unik dan mengatur komposisi paling menarik. 

Saya tampilkan beberapa di antaranya. Saya comot langsung dari blognya.




Paman Tyo mengaku sendiri bahwa apa yang ia lakukan adalah upaya menjaga kewarasannya. Ia tidak mau patuh pada arus hidup yang melaju kencang dan berpotensi membuat gila. Ia memilih memperhatikan hal-hal kecil yang kerap terselip dan terlewat, mengabadikannya lewat jepretan kamera, dan mengunggahnya di blog. Soal ini, Paman Tyo punya banyak lapak. Dan semuanya ia gunakan sebagai sarana penjaga kewarasan.


Ya, blogging juga upaya melawan kegilaan. Upaya memelihara kewarasan. Mungkin menuliskan hal-hal yang kerap terlewat dan terselip, menata kalimat dan mengurutkan pemahaman, menguraikan perasaan, lalu menyebarnya di blogsphere memang lebih terkesan mirip laku yang tak kalah kurang waras. Namun saya percaya, itu justru kebalikannya. Blogging lebih mirip upaya menata langkah. Agar kita tidak terburu-buru dan tergesa berlari, tapi berjalan khidmat dan memperhatikan hal-hal di sekitar kita. Saya sering menyebut hal-hal itu sebagai semesta kecil. A Little Universe


Semakin lama, saya kira hidup akan melaju semakin kencang. Semakin menawarkan ragam kegilaan. Kita tidak bisa mengubah arus yang masif itu. Tidak akan bisa. Tapi kita bisa memilih. Untuk sekadar terseret arus, atau justru memilih menata langkah. Mengakrabi hal-hal yang kerap kita lalaikan dan kita abaikan, merayakan hidup dengan khidmat, atau melalui usaha menyelaraskan diri dengan semesta kecil di sekitar kita. 


Selamat merayakan hidup, selamat memelihara kewarasan.





2 komentar:

  1. sekarang paman tyo kemana?

    BalasHapus
  2. Setahu saya masih ada tuh. Walaupun beberapa lapak blognya sudah ditutup. Hehehe.

    BalasHapus