Kamis, 10 Mei 2012

Karena Lelaki adalah Perempuan yang Tertunda




Dulu, hiduplah sebuah masyarakat yang maju nian peradabannya. Masyarakat ini terdiri atas sekumpulan manusia pilihan yang mempunyai kemampuan khusus. Pikirannya tajam, cerdas, badannya kuat, parasnya rupawan. Pendek kata: komplit. Masyarakat ini ditunjang oleh kehadiran sumber daya alam yang kaya. Tak ayal, masyarakat ini meninggalkan jejak peradaban yang sangat memukau. Teknologi, pemeliharaan kesehatan, sistem tata kota, pendidikan, sampai bangunan sebagai simbol majunya sebuah peradaban, dihasilkan dengan begitu baik oleh masyarakat ini.

Namun, sampai suatu titik, masyarakat ini jenuh. Karena mereka adalah kaum superior, mereka merasa satu sama lain di antara mereka tidak mau diatur. Sebab masing-masing merasa paling hebat. Mereka butuh sesuatu yang lebih besar lagi dari mereka untuk mengatur tatanan masyarakat.

Lalu mereka berkumpul dan berunding. Mencari titik temu tentang sebuah sistem yang superior yang diharapkan bisa mengatur mereka. Akhirnya mereka sepakat. Mereka menciptakan sendiri sistem itu. Sebuah sistem superior yang bisa mengatur mereka. Mereka menciptakan kepercayaan. Bahwa di atas mereka ada sebuah daerah tak tersentuh yang dihuni oleh orang-orang yang lebih superior dari mereka. Mereka menciptakan sistem dewa-dewi. Mereka menciptakan agama. Menurut mereka, ini satu-satunya jalan untuk mengatasi kekacauan tatanan sosial yang terjadi di masyarakat mereka.

Inilah cikal bakal agama pagan.

Yang menarik, sistem dewa-dewi itu didominasi oleh perempuan. Perempuan diyakini oleh mereka adalah makhluk istimewa. Sehingga mereka menempatkan banyak perempuan sebagai bagian dari maha-sistem yang mereka sembah. Penguasa kesuburan, ilmu pengetahuan, kecerdasan, perdamaian, di kepercayaan mereka diisi oleh perempuan (dewi).

Agama pagan ini kemudian perlahan-lahan musnah oleh hadirnya agama-agama klaim langit (samawi). Meskipun perkembangan dari agama pagan ini juga terlanjur mempengaruhi sistem kepercayaan daerah lain yang juga menempatkan perempuan sebagai bagian dari sistem ketuhanan. Menariknya, agama samawi justru lain. Perempuan tak lagi dilibatkan sebagai bagian dari sistem ketuhanan. Bagi kaum samawi, tuhan dimaknai sebagai entitas agung yang tidak terdefinisikan secara kelamin. Sebab bagi samawi, tuhan bukan makhluk. Jadi tidak akan berkelamin sebagaimana makhluknya. Walaupun kadang-kadang mereka juga kerap ingkar sendiri, dengan secara tidak langsung kerap mengasosiasikan tuhan adalah laki-laki. Kata "dia" bila merujuk pada "tuhan" selalu diterjemahkan dengan "he" dalam bahasa Inggris, bukan?

Saya tak hendak berdebat soal agama. Bukan kapasitas saya. Saya juga tidak hendak menegaskan klaim yang jelas apakah saya theis, atheis, agnostik, atau co-exist. Saya tidak menulis untuk berbangga pada salah satu label yang saya sebut tadi.

Tapi saya mencoba mencermati, bahwa perempuan sebenarnya adalah makhluk istimewa. Tak ayal, kaum pagan berikut kaum lain yang tertular mereka, menempatkan mereka sebagai bagian dari penguasa tatanan alam, menurut kepercayaan mereka.

Kita semua memang perempuan pada mulanya. Janin terbentuk karena perpaduan kromosom si emak dan bapak. Bapak diwakili kromosom XY dan emak diwakili kromosom XX. Bila X dari ibu bertemu Y milik bapak, yang terbentuk adalah janin lelaki. Cikal bakal kelamin-yang disebut gonad-akan membentuk testis. Sedangkan bila X dari bapak bertemu X milik emak, maka si janin adalah cewek. Testosteron di janin pada usia 8 minggu lah yang menggagalkan semua makhluk di muka bumi adalah perempuan.

Hormon estrogen miik perempuan sangat dominan dalam pembentukan otak manusia. Sehingga, struktur otak perempuan memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri dibandingkan milik kaum lelaki. Misalnya, dari segi corpus callosum, yang merupakan penghubung antara belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Corpus callosum pada perempuan cenderung lebih tebal dibandingkan dengan milik lelaki. Ini yang membuat pemakaian fungsi belahan otak kanan dan kiri pada perempuan jauh lebih baik dan efisien pada perempuan, dibandingkan pada laki-laki. Implikasinya, perempuan bisa memiliki fungsi koordinasi otak kanan dan kiri dengan sangat baik. Mereka lebih multitasking daripada pria. Efek lain tebalnya corpus callosum adalah soal ekspresi verbal dan non-verbal.  Perempuan lebih bisa mengeskpresikan apa yang ia rasakan dalam bentuk kata-kata, maupun dalam bentuk gestur.

Kecepatan persepsi perempuan juga lebih baik daripada laki-laki. Tak hanya soal persepsi, menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan presisi, perempuan juga lebih baik daripada lelaki.

Perempuan juga lebih tanggap dalam merespon perasaan orang lain. Ini karena sistem limbik perempuan bekerja delapan kali lebih cepat daripada laki-laki.

Perempuan juga lebih tahan sakit daripada lelaki. Reseptor nyeri di otak perempuan lebih memiliki banyak sel yang meregister input nyeri. Karena proses habituasi, mereka akhirnya lebih adaptif terhadap nyeri. Belum lagi menstruasi yang datang setiap bulan. Karena proses ini, tingkat adaptasi perempuan terhadap nyeri jauh lebih kuat daripada lelaki.

Sehingga adalah aneh ketika kaum laki-laki merasa lebih jumawa daripada perempuan. Ungkapan "perempuan" sering dikonotasikan sebagai olok-olok yang cenderung bersifat merendahkan. Kebanyakan kaum lelaki merasa lebih kuat, karena struktur tubuh mereka yang lebih banyak otot daripada perempuan yang lebih banyak lemak.

Termasuk di negara tempat saya berpijak kini. Negara yang konon mengedepankan "nilai-nilai ketimuran". Memujanya, lalu berlindung di balik nilai-nilai tadi. Tak salah memang. "Nilai-nilai ketimuran" yang mereka kedepankan itu memang erat dengan budaya patriarkhi. Budaya yang melabeli perempuan seakan sebagai manusia sekunder setelah laki-laki. Budaya yang lebih memperlakukan perempuan sebagai unsur pemikat yang berbahaya. Sehingga kaum perempuan harus menjaga dirinya sendiri, mulai dari menutup rapat-rapat  kulitnya sendiri, sampai belajar beladiri. Sedang kaum lelaki tak mau memperbaiki pola pikirnya sendiri. Tetap merasa kuasa dan minta dilayani, mengaku tak boleh diusik dengan rok mini, tapi sesekali tetap rajin berfantasi. Oh, hidup testosteron!!

Saya feminis? Rasanya tidak. Saya sedang merutuki kemunafikan diri sendiri.




*gambar diambil dari sini. Da Vinci adalah salah seorang yang percaya tentang rahasia luar biasa di balik sosok perempuan. Lukisan Monalisa adalah lukisan yang tidak jelas benar apakah dia perempuan atau sekadar representasi sosok Da Vinci itu sendiri.

2 komentar:

  1. good, melihat berbagai fenomena dari berbagai segi...emansipasi wanita segerah bangkit pernyataan sebagai "konco wingking" tak lagi kelebihan demi kelebihan akan tampak disamping bisa macak, masak lan manak perlu satu lagi educate (mendidik.....

    BalasHapus