Kamis, 23 Februari 2012

Saya Tidak Puas, Maka Saya Ada

Panggil saja namanya Markijo. Anggap saja begitu. Kemeja batik mengkilat, celana kain disetrika licin, dan tampang malu-malu. Di sebelahnya, berdiri anaknya, panggil saja Markipli, yang sedari awal menunjukkan wajah  cemas dan gelisah. Markijo beberapa kali tampak menunjukkan raut muka kesakitan, tapi coba ditutupinya dengan tertawa cengengesan. Sedang Markipli, beberapa kali membuang pandangan, gestur tubuh yang menunjukkan sikap tak sabar.

Markijo datang ke UGD dengan memegangi lengan sebelah kiri. Rasa nyeri yang ditahan dengan malu-malu, rupanya datang dari situ. Tak ada darah mengalir, tak ada luka, bila terlihat sepintas.

Lalu saya bertanya,"Kenapa, Pak?"
Markijo-sekali lagi dengan cengengesan-menjawab, " Emmm...Anu Mas, tangan saya habis tertusuk jarum"
"Jarum??"
"Iya, Mas. Jarum. Jarum sepanjang lima senti"
"Tertusuk gimana, Pak? Dalam?"
"Bukan cuma dalam, Mas. Jarumnya masuk. Ke sini," kata Markijo patah-patah, sambil menunjuk lengan kirinya.

Saya penasaran. Lalu memeriksa lengan kirinya. Tak ada yang aneh, kecuali sedikit luka. Sangat kecil. Saya raba lengan kirinya. Dan saya tak merasakan ada sesuatu di bawah kulit. Kalau memang ucapan Markijo benar, jarum berarti sudah masuk jauh ke dalam. Tapi butuh tenaga yang sangat kuat juga cepat, untuk memasukkan jarum jauh ke dalam kulit, sehingga tak teraba. Mirip dengan peluru yang dikeluarkan dari mulut senapan. Tidak adanya noda darah juga membuat saya sedikit ragu.

"Bapak tidak sedang ngerjai saya kan?" saya bertanya. Antara bercanda dan serius.
"Enggak, Mas. Beneran, saya nggak bohong," Markijo meyakinkan. Markipli masih acuh.

Saya tawarkan pemeriksaan x-ray. Markijo sepakat. Dan benar, setelah dilakukan pemeriksaan x-ray, ada jarum di dalam daging Markjio. Lokasinya cukup dalam.

"Kok bisa, pak? Masuknya gimana tuh?" saya  penasaran.

Markijo masih cengengesan.

"Begini Mas, saya tadi nyoba ilmu. Jadi ada teman saya yang punya jimat. Konon, dengan jimat itu, saya bisa kebal senjata. Saya tertarik mencoba. Markipli juga. Awalnya Markipli yang nyoba. Dia taruh jarum besar di lipatan siku bagian dalam. Jadi jarumnya didorong ke lengan sendiri dengan menekuk siku. Dan memang berhasil. Markipli tidak merasa sakit. Jarumnya juga tidak menembus daging. Teman saya juga nyoba. Berhasil juga".

"Terus?" saya bertanya. Ingin tahu.

"Terus saya yang nyoba. Sama seperti yang dilakukan Markipli dan teman saya. Saya taruh jarum di lipatan siku bagian dalam. Saya dorong jarum agar masuk ke lengan, dengan menekuk siku. Tidak sakit memang. Begitu saya buka lipatan siku, jarumnya sudah hilang. Saya kira jatuh. Tapi ternyata saya melihat kilatan perak di tangan saya, jarumnya masuk ke dalam daging. Saya coba ambil jarumnya, ternyata malah semakin masuk ke dalam".


foto x-ray Markijo ketika pertama kali datang 

Foto x-ray Markijo, setelah satu jam. Jarum masuk semakin dalam. 
Saya cermati lagi hasil x-ray lengan Markijo. Jarumnya cukup besar. Semacam jarum yang biasa dipakai ibu saya untuk membuat anyaman setrimin. Cuma sedikit lebih panjang. Lalu saya memandang Markijo lagi.

"Kenapa sih Pak kok pakai jimat-jimat gitu? Gak berhasil juga," saya iseng bertanya.

"Nggak ada, Mas. Pengen nyoba ilmu aja"

"Terus?"

"Ya nggak ada. Pengen kuat aja. Hehe," Markijo cengengesan lagi. Entah yang keberapa kali.

 Markipli menatap wajah bapaknya sebentar. Lalu membuang pandangan lagi. Mungkin malu, mungkin geregetan.
***

Saya tidak bisa tidur. Lalu menyalakan televisi. Channel TV berpindah-pindah. Sampai akhirnya singgah di tayangan berita dari stasiun TV merah.

Berita yang mengerikan. Di Kupang, NTT, ada sebuah perguruan silat. Namanya unik, Perguruan Silat Kera Sakti. Perguruan silat itu melaksanakan ujian kenaikan tingkat bagi para pendekarnya. Dan ada tiga orang pendekar yang mendapat kesempatan melakukan atraksi mengerikan.

Dari kiriman video amatir yang ditayangkan, tampak tiga orang yang sedang diuji itu berbaring di sebuah tanah lapang. Para pendekar yang lain mengelilinginya dalam sebuah lingkaran besar. Tak lama, sebuah pick-up bermuatan beberapa orang datang menghampiri. Pick-up tadi berjalan pelan, menuju tiga pendekar yang sedang berbaring. Rupanya, pick-up bermuatan hampir penuh itu hendak menjajal kekuatan tiga pendekar. Dengan melindas badan mereka.

Pick-up berjalan pelan, bahkan tersendat. Terganjal tubuh salah satu pendekar. Orang-orang berteriak. Para pendekar juga. Namun dianggap sebuah teriakan semangat, barangkali. Dan pick-up terus berjalan, melindas badan. Orang-orang berteriak semakin keras. Teriakan pemberi semangat berubah menjadi teriakan histeris.

Awalnya, sebelum digilas pick up, ketiga pesilat tadi lolos ujian minum racun tikus dan digilas sepeda motor. Ujian selesai setelah digilas pick-up. Hasil akhir, satu orang tewas di tempat. Satu tewas di rumah sakit. Satu orang kritis. Semuanya dengan organ tubuh yang hancur dan remuk.

***

Di film The Dark Night, Joker pernah berujar, "I believe whatever doesn't kill you, simply makes you....stranger". Sebuah plesetan dari kalimat "Whatever doesn't kill you, makes you stronger". Selain menguatkan kita, hal-hal yang gagal "membunuh" kita memang membuat kita menjadi aneh. Joker barangkali hendak menyentil sifat manusia yang secara umum yang tidak pernah puas. Ketika manusia semakin eksis karena gagal "terbunuh" oleh keadaan, maka ia akan semakin aneh, semakin tidak puas.

Dunia berputar seiring dengan ketidakpuasan manusia. Markijo hanya contoh kecil yang teramat kecil. Begitupun tiga pendekar yang tewas itu.

Ketidakpuasan adalah kutukan yang pedih bagi manusia.

2 komentar:

  1. Mas Perawat UGD yg Clueless dan Rada Polos: Bapak mau jarumnya diambil?
    Bapak #GagalKebal nan Pemalu dan Jengkel: YOU THINK?!

    eh, sandi2annya matiin dong. nyebelin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe. Agak geregetan juga awalnya. Lha dia cengengesan mulu.

      Sandi-sandiannya udah mati lho..

      Hapus