Jumat, 17 Februari 2012

Nyinyirism

Tak jemu saya menulis soal ini. Kalau kamu menyebutnya sebuah serangan balik, barangkali memang. Kalau kamu menyebut saya seorang yang membosankan sekaligus bebal, ya tak jadi soal. Saya cuma bisa acuh soal itu. Ya, saya tak bosan juga bicara soal ini. Soal paham baru yang saya rasa kian cepat menyebar di sana dan di sini. Ya, saya bicara soal paham nyinyir. Soal nyinyirism.

Nyinyir sendiri secara bahasa, telah mengalami penyempitan makna. Penggunaan kata nyinyir sering dipakai mirip dengan kata sinis. Walaupun di kamus, artinya agak lain. Dan entah, saya lebih pilih yang pertama.

Saya juga tak pernah menolak jika ada yang bilang dunia ini tak adil. Memang, begitulah keadaannya. Dunia ini menyesakkan, timpang, membuat sakit hati, dan kerap tidak fair. Lalu mau apa? Buat saya sih terserah seorang melakukan apa. Namun, ada adagium emas yang yang wajib dipegang kukuh: "Jangan melakukan sesuatu terhadap orang lain, apa yang kamu tidak ingin orang lakukan kepadamu".

Namun ternyata kita adalah makhluk yang terlalu sering repot oleh urusan liyan. Ketika sekumpulan manusia membentuk gerakan-gerakan untuk struggling terhadap hidup yang tak adil, timpang, dan menjengkelkan, sebagian yang lain alih-alih merespon postif , atau merespon netral dengan diam, malah mengenyam laku yang kelewat usil: nyinyir.
Hoi, masalah kamu apa???!!!

Ada peribahasa Cina yang terkenal: daripada mengutuki kegelapan, mari nyalakan lilin. Namun di jaman sekarang itu harus sedikit diubah: mari mengutuki kegelapan, mari menyalakan lilin. Tapi paham nyinyir berkata lain. Buat mereka, kegelapan adalah untuk dikutuki, lain tidak.

Ada dukungan untuk gerakan mengajar untuk anak-anak di pedalaman, dikutuki. Dibilang kita sok kenal dengan mereka yang jauh. Ada dukungan untuk vegetarian dan hemat energi, disumpahi. Dibilang kita sok peduli. Ada dukungan untuk gerakan toleransi antar umat beragama, dicibir. Dibilang kita pahlawan kesiangan. Repot memang.

Barangkali orang-orang yang nyinyir adalah orang yang lupa terhadap jamannya sendiri. Di mata mereka yang selalu terpicing sebelah, zaman tak pernah berganti, barangkali. Di era yang membuat bumi tak lagi bulat ini, kolektivitas tak harus hadir di sebuah forum resmi. Itulah berkah internet. Mukjizat teknologi.

Di mata penganut nyinyirism, gerakan-gerakan tadi adalah gerakan kaum elitis. Bahkan ada cibiran dari mereka, elitis tadi adalah sekumpulan hipster. Padahal, entah sadar atau tidak, penganut nyinyirism itu juga melakukan counter dengan menjadi elitis pula. Bahkan menjadi hipster pula. 

Ah, sudahlah. Label itu tak seberapa penting. Lebih penting menggagas solusi, lalu bertindak. Nyinyir? Ah, sudahlah. Lupakan saja. 

Dan terakhir, kalau ada yang nyinyir terhadap aksi positif yang kamu lakukan, teriakkan di telinga, "Masalah kamu apa??!!"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar