Senin, 17 Oktober 2011

Keparat Bernama Penundaan

Dalam setiap proyek  pribadi, mulai dari sekedar nembak cewek sampai boker setiap hari jam lima pagi (hey, berima!), selalu ada hal yang menjadi penghambat. Mulai dari kondisi yang tidak memungkinkan, hal-hal di luar kontrol dan kendali, masalah sarana prasarana (duile bahasanya!) , dan banyak lagi. Lalu kita mulai mengumpat ketika semuanya rencana gagal.

Setelah saya telusuri melakukan perenungan diam-diam, saya akhirnya menemukan pencerahan, bahwa masalah terbesar ada pada diri sendiri. Kurang cakep?Oh tidak, saya cukup berani bermodal wajah untuk sekedar menembak Monica Belluci.  Perihal pelik yang mengakar dan menyandung langkah saya mewujudkan proyek-proyek pribadi adalah sebuah entitas tak kasat mata bernama: penundaan.

Bahasa kerennya prokrastinasi. Tapi saya malas menggunakan bahasa yang sedikit bikin ribet di lidah itu. Tapi yang jelas, penundaan itu musuh paling nyata bagi mereka-mereka yang hendak menyelesaikan proyek.
Pemicunya beragam, biasanya berkutat di ranah standar yang kelewat tinggi, ketidakpercayaan terhadap proses, atau kurangnya motivasi. Namun buat saya pribadi, alasan pertama adalah yang paling kuat mendasari.

Lalu bagaimana? Jawabannya sederhana: jangan dituruti. Penundaan melakukan sesuatu terkadang lebih menggoda dari senyuman Monica Bellucci. Godaan itu harus dihilangkan dengan melakukan sesuatu yang kita niatkan sedari awal. Tak perlu selesai, sedikit boleh, tapi jangan ditunda.

Tulisan entah ini juga hadir karena upaya pelawanan semacam itu. Jika dibiarkan, penundaan tak ubahnya selimut di kamar saat hujan turun di luar sana. Ia menggoda, ia nyaman.

Terus kerjakan. Sebagaimana tagline blog ini: Boleh Redup, Jangan Berhenti



Gambar dicomot sesukanya dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar